Di negeri ini ada sebuah legenda tentang sebuah sumur yang bisa mengabulkan keinginan. Cukup berikan setitik darah dan sumur itu akan mengabulkan permintaan yang diucapkan oleh pemilik darah. Tapi semakin besar permintaan yang diinginkan maka semakin banyak pula darah yang perlu diteteskan ke dalam sumur tersebut
Legenda sumur tersebut ada di setiap dongeng pengantar tidur ataupun catatan sejarah, sehingga bagi sebagian orang sumur itu bukan legenda tapi sebuah kisah nyata yang terkubur oleh waktu. Dia adalah salah satunya. Salah satu orang yang percaya atas keberadaan sumur tersebut, disuatu tempat yang tersembunyi.
Dia mencari keberadaan sumur itu dengan keyakinan bahwa ketika ia menemukannya, ia siap mengorbankan sedikit darah untuk keinginannya.
Karena itu dia berada disini, didesa ini mencari sumur legenda itu.
Sementara kami sendiri penduduk desa memilih untuk mengabaikannya. Karena dia bukan orang pertama yang berada di desa ini untuk mencari sumur legenda.
Aku pun tak terlalu peduli dengan keberadaannya.
Meskipun dia pria yang baik dan sesekali bermain dengan kami tapi keberadaannya jelas bukan sesuatu yang patut diperhatikan. Sama seperti keberadaan pencari-pencari sumur legenda yang lain, yang akhirnya tidak tampak lagi di desa setelah beberapa hari berkeliaran.
Mungkin mereka menyerah dan pulang atau mereka menemukan sumur itu dan kembali ke tempat masing-masing berbahagia dan menyebarkan berita tentang kedahsyatan sumur legenda.
Suatu hari aku pernah mencuri dengar pembicaraannya dengan tetua desa tentang hal apa yang ia inginkan atas sumur itu.
"Aku ingin memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang-orang di desaku. Dari penyakit yang mereka derita."
Mulia sekali keinginannya. Pikirku. Dan mungkin niatnya yang mulia akan memudahkannya untuk menemukan sumur legenda.
Jadi aku memilih untuk membantunya, sesekali mengikuti langkahnya, membantuya menggali atau mendengarkannya bercerita tentang keadaan di desanya.
Desanya adalah desa yang indah, sampai sebuah wabah penyakit datang dan membuat para penduduk meninggal secara misterius, satu persatu termasuk anak perempuannya yang masih berumur 3 tahun.
Ketika bercerita tentang anak perempuannya dia tesenyum, tapi matanya berkaca-kaca hingga aku bisa melihat genangan disana, sesekali ia mengeluh mengapa debu begitu senang singgah di matanya hingga ia harus meneteskan air mata.
Aku tahu pria ini adalah pria baik. Tapi pria baik yang bergantung pada legenda bukan pria yang benar-benar baik.
Mungkin dia memiliki sebuah keinginan lain selain menyelamatkan penduduk desa. Bisa saja ia bermaksud menghidupkan anak perempuannya.
Karena selain harta dan kedudukan nyawa adalah salah satu hal yang bisa menjadi alasan bagi manusia untuk melakukan segala cara.
"Sumur itu memang disini," ucapku pelan. "Kalau kau mempercayainya. Aku bisa mengantarkanmu ke tempat itu."
Dia terkejut awalnya ketika aku mengatakan hal itu. Lalu dia tersenyum dan berterimakasih karena kebaikanku. Dan aku hanya sanggup mengangguk-anggukan kepala dan tesenyum.
Aku menunjuk sebuah gundukan tanah, awalnya ia tidak mempercayaiku tapi setelah kusuruh ia menggali ia bisa menemukan sumur itu yang hanya ditutupi oleh beberapa papan kayu lalu ditimbun oleh tanah. Hingga tak tampak seperti sumur.
Aku hanya menunjukkan tempat itu dan segera menyingkir begitu dia mengangkat papan dan melihat air sumur yang berwarna merah darah.
Dalam perjalanan kembali ke rumah tetua tersenyum padaku. Dan mengucapkan teimakasih.
Aku lupa bercerita, sebenarnya ada sebuah legenda lain di desa kami dan hanya penghuni desa kami yang tahu. Tentang penyakit mematikan yang tak bisa disembuhkan yang pernah menewaskan banyak penduduk di desa ini. Dan satu-satunya cara untuk menghilangkan penyakit itu adalah tumbal manusia untuk sumur legenda.
0 komentar :
Posting Komentar