Hujan turun deras sekali hari itu, membuatnya harus berteduh di sebuah toko kecil, menunggu hujan reda dan berharap kalau hal itu adalah segera. Bukan satu jam atau dua jam lagi. Tapi sepertinya langit berkata lain mungkin langit pun sedang ingin dimengerti bahwa tak selamanya segala hal bisa berjalan sesuai keinginan manusia, hujan pun begitu.
Seorang pria datang berteduh di halaman toko yang sama. Dia dan wanita itu hanya terpisah pintu masuk toko yang tertutup oleh pintu kaca dan terlihat hangat, diluar begitu dingin dan berkali-kali ia merapatkan jaketnya sembari menggigil kedinginan, begitu juga wanita itu bedanya tak ada jaket yang bisa membuatnya lebih hangat.
Si wanita berulang kali melihat jam begitu juga si pria. Mereka mengeluhkan hal yang sama yaitu hujan yang tak kunjung reda dan mereka harus pulang. Hari sudah gelap dan tak ada kendaraan yang lewat, mereka tidak mungkin menerobos hujan karena bisa saja mereka akan pingsan karena kelelahan berlari di tengah hujan.
Dalam kebingungan si wanita memperhatikan pria yang bersandar pada tembok, tangan pria itu berada di dalam jaket dan sepertinya kedinginan, kasihan sekali dia. Sementara si wanita berpaling ke layar handphone pria itu memperhatikan wanita yang mengenakan jeans dan kemeja berwarna putih, tanpa jaket dan terlihat cemas memandangi langit dan hujan ketika melepaskan pandangan dari layar handphone. Kasihan sekali dia pikir si pria.
Kemudian si wanita memilih masuk, si pria pun begitu. Mereka berdua sampai di kasir dan menanyakan hal yang sama.
“Pak ada payung?”
Mereka berdua saling berpandangan. Dan kembali melihat ke arah bapak penjaga toko yang terlihat gusar karena hujan yang tak henti-hentinya turun. Tokonya jadi sepi karena orang-orang enggan keluar dari rumah dengan hujan sederas ini.
“Ada hanya 1,” bapak berkumis itu menunjukkan payung berwarna pink dan meletakkannya diatas meja kasir.
Hanya satu. Si pria dan wanita saling berpandangan. Ragu untuk membelinya. “Kau saja kalau begitu,” kata si pria.
“Kau saja,” wanita itu menolak.
“Kulihat kau kedinginan, sebaiknya kau cepat pulang nona,”
“Tidak. Aku tidak terlalu terburu-buru, kau saja.”
Bapak kasir mendengus kesal. Lelah dengan segala kesopan-santunan yang terjadi diantara mereka. Kau saja, kau saja, kapan kau-saja-kau-saja ini akan selesai?
“Bagaimana kalau kalian bersama-sama memakai payung ini? Kemana kalian akan pulang?”
“Jalan Hati!”
Mereka berdua menoleh bersamaan lagi. “Kau tinggal di jalan hati?” tanya si wanita dengan nada terkejut.
“Kau juga?” tanya si pria sembari menunjuk si wanita dengan ekspresi tak percaya.
Bapak kasir mengibaskan tangannya. Tak terlalu peduli dengan kesamaan alamat rumah yang di miliki si pria dan wanita. Didorongnya payung itu dan ia menengadahkan tangannya. “Kalau begitu kalian bisa membeli payung ini dan pulang bersama-sama. Cepat bayar.”
Si pria merogoh kantongnya, mengeluarkan beberapa lembar uang. Begitu juga si wanita dan sebelum mereka berebut untuk membayar bapak kasir segera menyela. “Kalian bisa membagi dua pembayaran uang payung itu. Oke?”
Si pria dan wanita keluar dari toko dengan payung pink. Menyusuri jalanan yang sepi dan mulai gelap. Mereka tidak berbicara satu sama lain karena bingung apa yang harus mereka bicarakan. Baru beberapa meter mereka berjalan si wanita melihat temannya, seorang wanita lain yang memegang payungnya sendirian seperti menunggu seseorang.
“Apa yang kau lakukan?”
“Menunggu?”
“Bukankah seharusnya kau pulang? Sepertinya kau sudah menunggu lama sekali?”
Teman wanita itu menggelengkan kepalanya. “Sedang hujan kasihan kalau aku meninggalkannya.”
Wanita itu mengerti, ia mengangguk dan kembali melanjutkan perjalanannya dibawah payung pink. Beberapa meter terlewati dari teman wanita tadi. Lalu di tengah jalan si pria menemukan temannya, seorang wanita juga. Sedang bermain hujan sementara payungnya tergeletak di pinggir jalan.
“Hei! Apa yang kau lakukan?”
“Bermain hujan.”
“Untuk apa?” tanya pria itu dengan suara teriakan, karena hujan semakin deras dan ia harus mengalahkan suara hujan agar pertanyaannya bisa didengar temannya.
“Tak ada yang menemaniku dibawah payung. Dan sepertinya tidak ada yang mau. Jadi aku memilih untuk menikmati hujan ini.”
“Kau tak takut sakit?” sekarang si wanita yang bertanya. Kasihan melihat teman si pria basah kuyup.
“Sakit?” teman si pri mengulangi kata itu. “Tidak. Sudah terlalu banyak sakit.”
Si pria menarik si wanita untuk meneruskan perjalanan. Si wanita akhirnya menurut, hujan mungkin bisa melunturkan rasa sakit teman si pria, pikirnya.
Beberapa meter berlalu setelah teman si pria, mereka melihat ada seorang wanita yang berjalan dibelakang seorang wanita dan pria lain yang berada di bawah payung berwarna pink. Wanita itu mengikuti mereka dari belakang, seperti ekor.
“Hei kau! Apa yang kau lakukan. Bukankah kau mengganggu mereka?” tanya si wanita.
Wanita yang berada di belakang pasangan itu berbalik. “Tidak. Aku tidak mengganggu mereka.”
“Lalu apa yang kau lakukan?”
“Menunggu.”
“Menunggu apa?” tanya si pria.
“Menunggu pria ini menyadari kalau aku ada dibelakangnya.”
Si wanita dan pria berpandangan dengan penuh tanya. Setelah salah satu dari mereka mengangkat bahu tanda tak mengerti akhirnya mereka melanjutkan perjalanan. Lalu setelah beberapa meter terlewati si wanita sempat berhenti hingga hujan sempat membasahinya, si pria segera mundur dan memayungi si wanita.
“Apa yang kau lihat?”
Si wanita tidak menjawab tapi matanya tertuju pada seorang pria yang menunggu seseorang dibawah payung. Si pria tidak mengerti dan memilih untuk menanyakan apa yang dilakukan pria itu.
“Hei kau! Apa yang kau lakukan?”
“Menunggu.”
“Kau? Menunggu siapa? Kau tidak sedang menunggu wanita ini kan?” si pria menunjuk wanita disampingnya yang melotot protes.
Si pria yang sedang menunggu menggelengkan kepala. “Tidak. Dia memang pantas untuk kutunggu. Tapi aku menunggu wanita lain.”
Si pria mengangguk dan menarik tangan wanita itu. Mengajaknya melanjutkan perjalanan. Hingga ke sebuah gang yang bertuliskan jalan hati.
“Kenapa kau menanyakan hal itu padanya?” tanya si wanita.
“Kau tidak ingin tahu?”
“Aku mau tapi. Mendengar langsung darinya—“
“Itu lebih baik daripada kau berhenti seperti tadi dan terguyur hujan. Kau bisa sakit.”
Mereka memasuki gang itu. “Rumahmu, nomor berapa?”
“Aku, no 2.”
“Aku no 1. Ternyata rumah kita tidak terlalu jauh,” ujar si pria.
Si wanita berhenti di rumah dengan angka 1. “ini rumahmu kan? Masuklah aku akan pulang sendiri,”
Si pria menggeleng. Tangannya tetap memegang payung. “Tidak akan kuantar kau sampai kerumah.”
Si wanita menurut. Mereka berdua berhenti di sebuah rumah dengan angka 2 di depannya. “Terimakasih. Kau bisa memiliki payungnya.”
Si pria menggeleng.”Ambillah payung ini. Sebagai hadiah.”
Sebelum si wanita menjawab si pria menyebrang menuju rumahnya dan melambaikan tangan.
Si wanita melambaikan tangan dan melihat payung pink yang tergeletak di depan pintu rumahnya. Tersenyum lalu masuk dan menutup pintu.
2 komentar :
Bagus dan menarik. Bagian awal pas beli payung itu mirip adegan di film Serendipity.
Jujur, aku ngga begitu mengerti kenapa mereka bertemu beberapa orang yang bisa dibilang agak aneh, ada yang lagi nunggu, ada yang hujan-hujanan, dan sebagainya. Maaf kalo aku ga begitu peka, tapi apa mungkin ini ada hubungannya sama si cewek dan cowok yang lagi menunggu itu? Bakal lebih menarik kalo aku bisa tahu apa hubungan antar karakter disitu.
Sedikit kritikan, disini terlalu banyak karakter 'cowok' dan 'cewek'. Aku harus baca maju mundur biar bisa paham "ini cowok/cewek yang mana". Semoga aja aku nggak salah bacanya..hehe..
Ditunggu karya berikutnya ya. =)
8/10
@chococyanide Makasih buat komennya :)
Sebenarnya kalau diperhatiin lagi tentang cewek dan cowok lain selain karakter utama itu seperti penggambaran perasaan seseorang ke orang lain, menunggu seseorang, rasa sakit karena cinta, menunggu seseorang yang sudah memiliki pacar, dan yang terakhir cewek tokoh utama menyukai cowok yang sedang menunggu di bawah payung tapi cowok itu sedang menunggu orang lain bisa dibilang cinta bertepuk sebelah tangan.
Jadi kejadian-kejadian aneh itu penggambaran dari perasaan seseorang. Kisah cinta banyak orang.
Soal nama cewek dan cowok memang membingungkan maaf ya :( aku memang bermaksud gak ngasih nama untuk setiap tokoh cerpen ini tapi maaf kalau membingungkan.
Sekali lagi makasih ya buat komentarnya :)
Posting Komentar