Ketika siang
keluar dari kotak bekal, matahari akan menyimpan pagi di sebuah kotak surat
usang di depan rumah tak berpenghuni, berjaga-jaga agar tidak ada yang
mengambil pagi dari dalam kotak surat, matahari membungkus pagi yang dingin,
lembab bercampur embun, redup bercampur bulan dan matahari dengan kabut yang
tebal. Kabut hanya akan menghilang ketika matahari menyinarinya, membantu pagi
terbangun dari tidur singkat, menemani matahari di panggung, menggantikan malam
yang telah terlelap.
Pagi selalu
berada di kotak surat ketika siang keluar dari kotak bekal, pagi meringkuk di
selimuti kabut lalu terlelap sejenak, selalu begitu. Di temani sarang laba-laba
yang terkadang rusak tertiup angin, dedaunan yang terselip diantara lubang di
kotak surat, bersama derit kayu kotak surat ketika angin menggoda, meminta pagi
terbangun lebih cepat, atau sekedar membalas menyapanya, tapi pagi tak pernah
terbangun walaupun derit-derit kotak surat kayu semakin kencang, walaupun angin
memainkan sarang laba-laba hingga menempel pada kabut, pagi selalu terlelap
begitu nyenyak hingga membuat angin menyerah dan bermain di tempat lain.
Pagi hanya bangun
ketika matahari membuka kotak surat, menyapa dengan sinarnya, menyingkirkan
kabut yang selama ini menjadi selimutnya, bersama kokok ayam, suara burung,
panggung langit yang mulai berganti warna, awan yang berarak-arak mempersiapkan
piknik mereka, pintu yang berderit, suara kendaraan yang berbunyi bising
diantara keheningan. Pagi dan matahari menemani bumi hingga siang mengetuk dari
dalam kotak bekal.
Terkadang
matahari terlalu asik bersama pagi hingga lupa bahwa siang masih berada di
dalam kotak bekal dan terus mengetuk sejak tadi, membuat manusia kebingungan
harus mengucapkan apa di kala matahari sudah begitu tinggi tapi pagi masih
berada disisinya. Awan yang sering menegur matahari ketika matahari melupakan
siang dan siang selalu membuang amarahnya ke bumi ketika matahari melupakannya,
membuat bumi mengeluh sepanjang hari karena teriknya siang dan bau matahari
yang menyengat.
Hari itu pagi
kembali memasuki kotak surat usang, setelah mengucapkan terimakasih pada
matahari, pagi terlelap dibalik kabut. Belum sempat pagi benar-benar terlelap,
kotak surat terbuka, berderit-derit, membuat pagi terbangun bersembunyi dibalik
kabut. Seorang manusia menemukannya.
Matahari selalu
berkata pada pagi, jangan biarkan manusia menemukannya, manusia sangat menyukai
pagi karena itu mereka menyampaikan selamat kepada orang-orang yang mereka
sayangi ketika pagi datang, kalau
manusia menemukan pagi, pagi bisa saja diambil oleh manusia jahat yang ingin
memiliki pagi sepenuhnya agar tak ada selamat pagi bagi orang lain, hanya bagi
dirinya sendiri.
Pagi ketakutan,
embun berjatuhan, rasa dingin menyelimuti kabut dan angin berputar-putar di
sekitar kotak surat usang dengan panik, pagi semakin menyembunyikan diri di
dalam kabut berharap manusia tak menemukannya, berharap manusia hanya sekedar
melihat lalu pergi, berharap manusia tak pernah tertarik pada apa yang
tersembunyi dalam kabut.
Tapi apa yang
diharapkan pagi tak terwujud, tangan manusia merogoh ke dalam kabut, menarik
pagi yang tak mampu berbuat apapun, hanya berdoa dalam hati agar manusia mau
mengembalikannya kembali ke dalam kotak surat.
Bagi manusia,
pagi di dalam genggaman terasa seperti memegang es krim di dalam bungkusan,
dingin dan lembab.
“Apa ini?”
Pagi berdoa
semakin kencang ketika manusia membuka genggaman telapak tangannya dan
memperhatikan dirinya lekat-lekat, seperti memperhatikan tanggal kadaluarsa
pada bungkus makanan, meneliti lamat-lamat lalu bergumam keheranan.
“Apa ini pagi?
Tapi ini sudah siang.”
Pagi tak akan
menjawab, pagi tak bisa menjawab, matahari memperhatikannya dari panggung langit
dengan rasa cemas yang sangat, awan terus berputar-putar di sekitar pagi dan
manusia setinggi 100 senti yang masih tampak kebingungan menatap pagi,
mendongakkan kepala ke langit, mengeja jarum jam pada jam tangan, kado dari bundanya.
“Mungkin bunda
bisa menjelaskan.”
Pagi digenggam
erat oleh manusia, bersama langkah kaki kecil menjauhi kotak surat, bersama
matahari yang terkejut di panggung langit, bersama awan yang berkumpul di dekat
kotak surat dan bersama angin yang berputar-putar di sekitar manusia itu seolah
memberi isyarat pada matahari, tenang saja akan kujaga pagi, akan kuberikan
kabar padamu.
Setelah itu matahari
tak pernah melihat pagi, hingga membuatnya cemas dan kebingungan, siang dan
malam berdiskusi, mereka memilih untuk memperpanjang waktu jaga mereka, bulan pun
memutuskan untuk menenangkan matahari yang tak stabil sejak kepergian pagi. Matahari
memancarkan emosinya melalui panas, membuat siang panik dan memilih mengawasi
bumi melalui kotak bekal, bumi bertambah protes saja, matahari mengabaikannya.
Bulan berjaga lebih lama, malam menemaninya, malam mengambil waktu jaga yang
lebih lama pula, menggantikan sebagian pagi yang dilanjutkan dengan siang.
Manusia kebingungan,
tak ada lagi kata selamat di pagi hari karena ketika mereka ingin mengucapkannya
bulan masih berjaga di panggung langit atau matahari sudah tinggi sekali
ditemani siang.
Tak ada manusia
yang tahu kalau pagi terjebak di dalam toples kaca, setelah seorang manusia setinggi
100 senti membawanya untuk ditanyakan pada bundanya, tapi bundanya pergi dan
tak pernah kembali, manusia yang membawa pagi bingung harus bertanya pada siapa
maka ia memilih untuk menyimpan pagi terlebih dahulu karena kata ayahnya dia
akan memiliki bunda baru.
Seharusnya bunda
yang baru bisa menjelaskan kenapa pagi bisa ada di dalam toples kaca sementara
siang sudah datang sejak tadi, bagaimana bisa pagi dan siang berada di waktu
yang sama dan terasa dekat sekali dalam genggaman tangan atau dalam toples kaca.
Pagi di dalam
toples kaca ketakutan, bingung, khawatir, pada matahari yang pasti
mencemaskannya, pada kehidupan panggung langit yang pasti kacau tanpa
keberadaannya, pada manusia yang selalu memberi selamat padanya, mengecup orang
tersayangnya, mengirimkan ucapan penuh cinta, pada hewan yang menjadikan
dirinya sebagai pertanda dimulainya hari, pada burung-burung yang risau karena
kehilangan waktu untuk bernyanyi.
Ah—pagi lelah,
tak ada kabut yang menyelimutinya dan toples kaca terasa begitu dingin, dia
ingin tidur tapi takut tak bisa bangun lagi, matahari yang biasa
membangunkannya tak akan datang selama dia masih berada di dalam toples kaca.
Angin mengawasi
pagi setiap saat, pagi berterimakasih untuk itu, pagi meminta angin
menyampaikan bahwa dirinya baik-baik saja, matahari tak perlu mencemaskannya. Ketika
angin menyampaikan pesan itu kepada matahari, matahari merasa lebih tenang,
walaupun kerinduannya pada pagi masih ada tapi ia selalu berharap bahwa pagi
akan selalu baik-baik saja dan segera kembali ke kotak surat.
Waktunya tiba,
bunda baru datang, manusia setinggi 100 senti itu menunjukkan pagi pada bunda
baru, membuat pagi menjadi bahan perhatian lagi yang diperhatikan lamat-lamat,
dekat-dekat, hingga membuat pagi menyentuh sisi toples kaca yang lain menjauh
dari wajah manusia yang begitu dekat dengan batas kaca. Pagi berdoa kepada
Tuhan berharap manusia yang memperhatikannya tak menyukainya membuangnya atau
mengembalikannya ke dalam kotak surat lagi.
“Apa ini?”
“Itu
pagi.”
“Pagi?”
“Iya, aku
menemukannya dari dalam kota surat, bunda.”
“Bukankah ini
sudah siang?”
“Iya bunda tapi—“
“Untuk apa
menyimpan pagi ketika hari sudah siang, buang saja.”
Setelah itu pagi
keluar dari toples kaca, masuk ke dalam genggaman manusia, genggaman yang erat
dan semakin erat ketika angin melewatinya dengan cepat, menggelitik dari
sela-sela jari manusia mengabarkan bahwa matahari merindukannya.
Pagi pun
merindukan matahari, panggung langit, angin, awan, kokok ayam, nyanyian burung
semua yang ia lihat dan dengar dulu, ketika keluar dari kotak surat dan
menemani matahari.
Tak lama, ketika
genggaman manusia yang menyelimutinya mengendur, pagi merasa bahwa sudah saatnya
ia kembali, doanya terkabul, seharusnya ia masih bisa menemukan kabut yang
menemaninya selama ini di dalam kotak surat, lalu bertemu dengan matahari,
bermain di panggung langit, menyapa bumi, pagi begitu gembira hingga tak merasakan
ketakutan yang bersamanya sejak tadi.
Tapi bukan kotak
kayu yang pagi tempati ketika manusia melepaskannya dari genggaman, melainkan
kotak bekal yang diisi oleh siang. Siang menyambutnya begitu heboh seperti
siang yang biasanya, kemudian pagi dengan segala kebingungannya mendengar
cerita dari siang bahwa manusia yang mengambilnya juga mengambil siang dari
kotak bekal dan menyimpannya ke kotak bekal lain.
Siang
berterimakasih atas kehadiran pagi tapi pagi tak menganggap hal itu menjadi sesuatu
yang baik. Pagi memang tak sendiri, ia tak perlu ketakutan sendirian, tapi
panggung langit akan semakin kacau jika siang bersamanya, terjebak di dalam
kotak bekal.
Lalu di panggung
langit, hanya malam yang tersisa. Bersama bulan, malam mengunjungi bumi tanpa
istirahat sementara matahari semakin melemah, kehilangan siang dan pagi
membuatnya tak ingin memasuki panggung langit lagi.
Sejak manusia
membawa pagi dari kotak surat, tak ada ucapan selamat pagi penuh cinta, tak ada
kokok ayam, tak ada nyanyian burung, tak ada embun, tak ada angin lembut yang
bertiup menggelitik tengkuk, tak ada warna yang bercampur antara bulan dan
matahari, tak pernah ada lagi pagi di dalam kotak surat.
2 komentar :
pasti gegara baca capuccino sama senja..
;p
@Ilham Sasmita ndaaaaak~ ini emang lanjutan dari projek pagi. Idenya udah dari lama kok :3
Posting Komentar