Jumat, 17 Januari 2014

Penerimaan


Kabar tentang penerimaan yang akan dijual menjadi bahan perbincangan. Setelah kedamaian yang katanya terjual mahal sekali satu tahun lalu, penerimaan muncul sebagai sesuatu  yang akan dijual tahun ini. Tak ada yang tahu siapa penjualnya, seperti seseorang yang menjual kedamaian tahun lalu dan tak ada yang tahu berapa tepatnya akan dijual dengan harga berapa penerimaan itu seperti harga kedamaian yang telah berpindah kepemilikan tahun lalu. Tapi semua orang percaya bahwa penerimaan akan menjadi milik seseorang tahun ini.

Penjualan akan dimulai di bulan kedua, di minggu kedua, hari dan jam nya akan menyusul diberitakan. Kabar itu menyebar seperti angin, berpindah dari bibir ke bibir melalui pembicaraan yang berawal dari sekedar basa-basi. Ketika berita itu memasuki telinga mereka, banyak orang yang memutuskan untuk menabung cepat-cepat, berharap dengan uang yang mereka punya kelak, penerimaan akan menjadi milik mereka. 

Banyak juga dari mereka yang berniat untuk mengumpulkan uang dengan cara kilat, dengan cara yang mereka anggap pantas untuk mendapatkan sebuah penerimaan dan sisanya yang menginginkan penerimaan tanpa memiliki uang hanya bisa berharap bahwa penjual penerimaan akan mengerti keadaan mereka.

Berbagai cara yang mereka tempuh untuk mendapatkan penerimaan ,beberapa dari mereka menjual apa yang dimiliki, yang lain memutuskan untuk sedikit mencuri, sedikit diantaranya memikirkan cara untuk merampok, hanya sekedar memikirkan cara tanpa mampu melakukannya, meminjam sana-sini pun hendak mereka lakukan walaupun jaminan yang dimiliki tak sepadan dengan jumlah yang dipinjam. Karena bagi mereka yang menginginkan penerimaan, kesempatan yang jarang ini adalah satu-satunya jalan yang menghubungkan mereka dengan penerimaan. Dan jika harus menjadi tikus untuk mendapatkannya, maka beberapa dari mereka pun rela melakukannya.

Di minggu pertama bulan kedua, kabar lain muncul, hari dan jam penjualan penerimaan telah ditentukan. Berita tersebar luas dan orang-orang semakin gencar mengumpulkan uang. Hari Jumat di jam 12 siang. Semua orang harus berbaris rapi di jalan yang telah ditentukan, memanjang seperti ular dalam barisan membawa uang yang akan mereka tawarkan untuk mendapatkan penerimaan.

Semua orang mengerti, tak ada yang protes, tak ada yang bertanya bagaimana cara penjual tahu berapa jumlah uang yang mereka bawa tanpa proses lelang, karena hampir semua hal seperti penerimaan ataupun kedamaian dijual dengan metode yang sama. Berbaris rapi di suatu tempat, membawa uang yang akan ditukarkan, lalu secara tiba-tiba penjualan berakhir dan tak ada satu orang pun yang tahu siapa yang berhasil membeli dan mendapatkan hal  yang mereka nanti-nanti.

Tapi semua orang percaya bahwa penjualan itu benar-benar terjadi.

Kemudian hari yang dinanti-nanti tiba. Hari Jumat di sepanjang jalan, orang-orang berbaris rapi membawa seluruh uang yang sanggup mereka tukarkan untuk sebuah penerimaan. Dua buah koper, sekarung lembaran uang, dompet yang penuh hingga tak bisa di tutup, receh di dalam tabungan berbentuk ayam, tas ransel yang menggembung tak karuan, kotak kardus yang dipeluk erat. Dengan hati berdebar mereka menunggu pengumuman atau seseorang yang tiba-tiba datang memberitahu bahwa merekalah yang mendapatkan penerimaan. Beberapa yang lain mulai tak sabar karena hingga setengah jam berlalu tak ada pemberitahuan yang datang. Tak biasanya penjualan berlangsung selama ini, karena biasanya hanya berlangsung 10 menit saja, kedamaian bahkan terjual hanya dalam waktu 5 menit.

Barisan yang awalnya hening mulai diisi oleh gerutuan, beberapa orang berbalik pergi membuat barisan semakin pendek, yang awalnya gerutuan berubah menjadi keluhan, yang awalnya keluhan berubah menjadi teriakan. Hingga kemudian teriakan berubah menjadi jeritan dan pelukan atas uang yang mereka bawa semakin erat saja.

“Rampok!”

Beberapa orang mengalihkan perhatian mereka dari terik matahari ke sumber suara, beberapa orang yang merasa tidak tahan dengan keadaan memilih untuk melepaskan emosi mereka dengan berlari menuju sumber suara, mengejar sekelabat bayangan yang berlari menjauh.

“Rampok!”

“Uangku!”

“Pencuri!”

Suara itu saling susul menyusul seperti keringat yang bercucuran di wajah orang-orang yang mengantri, beberapa dari mereka memutuskan untuk menyingkir, pulang dan memeluk uang mereka erat-erat, menyelamatkan diri selagi sempat. Beberapa yang lain berlari dengan uang yang mereka peluk, mengejar sekelebat bayangan yang diteriaki rampok. Sementara orang-orang yang hanya sanggup melihat uangnya pergi, terduduk dengan pandangan sayu. Penjualan kali ini dipenuhi dengan kekacauan yang tak pernah ada di penjualan sebelumnya.

Tangisan terdengar sayup-sayup, gerutuan tak lagi muncul, teriakan yang mempertanyakan hasil penjualan saling bersaut-sautan. Hingga satu jam berlalu dan barisan semakin memendek, tak ada kabar yang membuat mereka tenang, hanya lalu lintas kendaraan, keluhan-keluhan, pejalan kaki yang memandangi mereka dengan tatapan prihatin dan satu persatu ucapan menyerah menemani mereka hingga langit berubah warna menjadi kemerahan.

Petugas berseragam datang membubarkan barisan. Penerimaan tak terjual hingga malam menjelang, banyak orang yang pulang dengan umpatan hingga mereka menutup mata dan beberapa yang lain hanya menundukkan kepala menyesali kebodohan, menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia.

Keesokan harinya setiap mulut membahas penjualan penerimaan, yang entah sudah terjual atau belum. Tak ada kabar soal hal itu, padahal biasanya selalu ada kabar yang membuat mereka tahu bahwa apa yang mereka inginkan telah terjual, entah kepada siapa dan terjual dengan harga berapa, yang penting mereka mendapatkan kepastian mengenai hal yang mereka tunggu.

Kecurigaan menyeruak ke udara, mungkin saja penjualan kali ini adalah sebuah penipuan dan perampokan yang terjadi adalah bagian dari penipuan yang telah direncakanakan.

Penerimaan apanya? Apa yang bisa diterima setelah mengantri seharian penuh.”

“Uang saudaraku hilang ketika mengantri.”

“Menerima apanya? Kehilangan lebih tepatnya.”

“Mungkin sebenarnya mereka menjual kehilangan bukan penerimaan.”

Penjualan di minggu kedua hari jumat itu menjadi pembicaraan hangat hingga satu minggu berlalu dan orang-orang mulai melupakannya, berita lain telah menjadi hal yang lebih menarik dan banyak orang yang kehilangan uangnya telah menyerah dan memilih untuk menjalani hidup.

Hingga suatu saat terdengar kabar yang membawa mereka ke pembicaraan yang mereka lupakan.

“Uang saudaraku yang hilang ketika penjualan penerimaan kembali!”

“Seseorang mengantarkannya.”

“Orang itu tampak seperti pengantar paket—“

“Dan ketika paketnya dibuka—“

“Astaga!”

Seorang perempuan yang menangis setelah tas berisi uangnya di rampok ketika penjualan penerimaan berlangsung memandangi isi kotak yang berisi tas hijau tua miliknya. Ia meraih tas itu dan memeriksa isinya, tak kurang satupun termasuk uang yang ia bawa ketika penjualan penerimaan berlangsung, tas itu berada di tangannya seolah tak pernah hilang. Begitu pula tabungan ayam milik seorang anak kecil, koper uang milik seorang pengusaha, dompet kakek tua yang tersimpan di saku celana belakang dan segenggam uang milik seseorang yang sebelumnya telah mengumpulkan uang, mati-matian. Semua uang kembali tanpa berkurang sedikitpun.  

Berita kembalinya uang yang hilang di rampok ketika penjualan penerimaan tersebar luas, seperti bau tanah yang dihujam oleh hujan, menguar tak tertahankan. Semua uang yang hilang kembali dalam bentuk paket yang diantarkan oleh seorang pengantar paket yang tampak biasa saja, dengan jumlah uang yang sama tak berkurang sedikitpun, dalam keadaan yang sama tak berubah sedikitpun, bersama tas, koper, karung, tabungan atau benda apapun yang sebelumnya menjadi tempat penyimpanan uang itu. Rasa bahagia dan heran menari-nari bercampur menjadi satu.

Keesokan harinya. Semua koran memasang berita yang sama di headline mereka.

Penerimaan telah terjual.


Tak ada yang tahu dengan harga berapa dan siapa yang berhasil mendapatkannya.

0 komentar :

Posting Komentar

Beo Terbang