Senin, 21 November 2011

Sudut Jalan


Seorang wanita datang padaku, dengan sebuah potret seorang pria berwajah menyebalkan yang tersenyum menyebalkan, aku tak mengenal pria itu tapi melihat cara dia tersenyum di dalam potret sudah membuatku mengerti bagaimana kepribadiannya.

Wanita itu memintaku menyembunyikan dirinya di sudut jalan agar dia bisa mengetahui bagaimana reaksi pria itu ketika dirinya menghilang.

Aku menyanggupi dan dia menghilang di sudut jalan. Beberapa menit kemudian beberapa orang wanita dan pria datang padaku, apakah aku melihat wanita di dalam potret. Aku menggeleng dan mereka berlalu, mereka pergi dan tidak kembali, tak ada yang berulang-ulang menanyakan wanita itu, mereka memang mencari tapi tidak sekeras yang mereka bisa, hanya seperlunya. Dan beberapa jam berlalu pria di dalam potret tak kunjung datang, kudengar suara tangis dari sudut jalan.

Kemudian seorang wanita datang padaku menunjukkan potret. Bertanya apakah aku melihat wanita di dalam potret. Aku menggeleng dan dia pergi sembari menangis, berbeda dengan orang-orang lain yang hanya pergi dengan keluhan tentang bagaimana cara mereka menemukan wanita dalam potret.

Aku bertanya siapa wanita itu, lalu dia menjawab wanita itu sahabatnya. Aku bertanya padanya kenapa dia tidak keluar saja, sudah ada orang yang begitu peduli padanya selain pria brengsek itu. Tapi wanita itu menggeleng. Dia masih menunggu pria yang kusebut brengsek tadi.

Lalu aku bertanya apakah dia mencintai pria itu hingga begitu percaya padanya. Wanita itu menjawab ya.
Kemudian seorang pria datang padaku dengan potret di tangannya, wajahnya sama persis dengan potret yang ditunjukkan oleh wanita itu. Pria itu menyebalkan dari nada bicaranya bukan cuma senyumnya, bukan cuma wajahnya. Dia bertanya padaku apakah aku melihat wanita di potret, aku menjawab tidak dan dari sudut jalanan bisa kudengar suara seseorang yang tertawa kegirangan. Lalu si pria hanya mengangguk dan pergi dengan seorang wanita yang dia peluk pinggulnya, dia cium bibirnya dan tertawa bersamanya. Wanita di sudut gang tak bersuara, hingga kukira dia benar-benar menghilang.

Beberapa jam kemudian dia berbisik padaku dari sudut gang kalau dia ingin pulang saja.

Belum sampai aku menjawab, datang seorang pria padaku dengan wajah penuh kecemasan dan potret seorang wanita di tangannya. Dia bertanya padaku dengan napas memburu. Apa aku melihat wanita itu dan aku hanya menggeleng. Dia bertanya sekali lagi dan aku kembali menggeleng. Hingga pertanyaan yang ketiga dia terdiam dan tiba tiba jatuh terduduk. Kulihat di sudut matanya ada air yang belum sempat jatuh sudah diusap dengan tangan.

Aku bertanya padanya apa hubungannya dengan wanita itu. Dia hanya menjawab teman.

Lalu dia bertanya sekali lagi sebelum pergi. Jawabanku masih sama.

Tak ada suara dari sudut gang. Aku bertanya padanya apakah dia masih mau keluar. Dia hanya menggangguk lalu pergi sambil mengucapkan terimakasih. Bisa kulihat senyum diujung bibirnya sementara matanya membengkak.

Lalu datang wanita lain padaku, dengan make up tebal , bibir merah menyala, rambut yang berwarna beda dengan orang kebanyakan, parfum yang menyengat, kalung menjuntai hingga dada, pakaian yang mencolok dari jarak jauh, dan sepatu yang berujung runcing hingga bisa membunuh orang dengan sekali pukul.

Dia menawarkan segepok uang dari dalam tasnya dan aku menolaknya , dia menawarkan lebih aku kembali menolaknya, dia mengerutkan dahi ketika aku bilang dia tidak perlu membayar.

Wanita itu ingin bersembunyi di sudut jalan. Aku mengangguk dan dia menghilang di sudut jalan. Dari sana ia bercerita padaku tentang sahabat-sahabatnya yang akan mencarinya seperti orang gila tentang calon suaminya yang akan berusaha menemukannya dengan berbagai cara dan tentang teman-teman sepermainannya yang akan segera menyadari kalau dirinya menghilang.

Beberapa jam berlalu dan beberapa orang datang lalu pergi mencarinya. Menunjukkan potret wanita itu. Tapi semakin lama waktu berlalu semakin sedikit yang datang juga semakin sedikit yang pergi, tapi semakin banyak keluhan yang terdengar setiap aku menggelengkan kepala ketika mereka bertanya apakah aku melihat wanita dalam potret.

Lalu suara di sudut gang semakin menghilang seiring waktu. Tak ada lagi cerita tentang teman-teman, sahabat-sahabat ataupun calon suami yang akan mencari dengan penuh perjuangan. Yang ada kemudian hanya keluhan tentang palsunya mereka, orang-orang yang ada disekitarnya.

Kemudian hening dari sudut jalan setelah banyak jam berlalu. Setelah tak ada orang yang datang padaku dengan potret atau apapun itu, tak ada yang mencarinya lagi.

Kemudian terdengar suara tawa dari sudut jalan. Hingga kukira dia menjadi gila. Dan sudut jalanan akan membunuhnya. Dia mengatakan kalau sahabat-sahabatnya, teman-temannya, calon suaminya tidak mempunyai uang untuk mencarinya, seharusnya sebelum menghilang dia memberikan uang kepada mereka agar mereka mau mencarinya.

Aku bertanya padanya, apakah dia selalu memberikan uang kepada mereka. Dia menjawab ya. Dan kemudian hening.

Dia bertanya apakah sudut jalanan bisa mengambil kesedihannya. Aku bilang bisa jika dia mau mencari jalan ke dalamnya. Lalu dia bertanya apakah dia bisa kembali setelah itu. Aku jawab tidak.

Kemudian wanita itu menghilang bersama kabut yang menutupi sudut jalanan. Dan ketika kabut kembali dia tidak juga kembali. Hingga wanita-wanita lain datang dan pergi bersembunyi di sudut jalan.

2 komentar :

Anonim at: 22 November 2011 pukul 21.53 mengatakan... Reply

vanes LANJUTKAN! hahaa

Vanessa Praditasari at: 23 September 2013 pukul 19.14 mengatakan... Reply

@Anonim makasssiiih~ anonim :')))

Posting Komentar

Beo Terbang