Sabtu, 30 Juni 2012

Fate



Aku ingin menceritakan sebuah kisah. Kisah ini muncul saja dikepalaku seperti sebuah lampu yang tiba-tiba muncul di atas kepala tokoh-tokoh kartun. Jadi jelas saja kau akan berpikir kisah ini bukan berasal dari kisah nyata manapun. Tapi—aku jelas tidak menjamin jika ada seseorang yang memang mengalami hal seperti ini, mirip atau sama sekalipun. Kebetulan itu terjadi dimana saja termasuk ketika kau membaca cerita ini. Sebuah  kebetulan bukan, bisa membaca cerita ini, kau tidak merencanakan untuk membacanya aku tidak merencanakan untuk menuliskannya.

Biasanya aku menyebut sebuah kebetulan adalah takdir. Anggaplah seperti itu. Sesuai dengan judul ini takdir lah yang mempertemukan dan memisahkan mereka.

Mereka siapa? Pasti kau bertanya-tanya padaku.

Sabarlah sedikit aku akan memperkenalkan mereka setelah ini.

Ehem—

Di sebuah kota ada sepasang kekasih. Seorang perempuan dan laki-laki yang menjalin cinta dan akan melangkah ke jenjang pernikahan. Mereka bahagia, sangat bahagia, keluarga mereka pun begitu, teman-teman mereka, sahabat mereka, semua orang berbahagia karena mereka akan menikah.

Perempuan yang beruntung ini bernama Bella. Ia tidak tinggi karena itu kekasihnya sering menyebutnya imut dan menyebutnya manis, bukan cantik. Karena Bella tidak begitu cantik. Ia memiliki rambut yang indah bergelombang dan berwarna hitam gelap. Bella selalu memanjangkan rambutnya hingga menyentuh pinggang tidak pernah memotongnya lebih pendek dari itu.

Kekasih Bella bernama Reagan. Bella biasa memanggilnya Rea. Laki-laki tampan yang jauh lebih tinggi dari Bella. Jika mereka berdiri berdua dan bergandengan tangan Bella hanya setinggi dagunya. Reagan memiliki rambut berwarna hitam gelap yang selalu dipotong pendek tapi tampak acak-acakan karena Bella menyukai Reagan tampil seperti itu. Tidak seperti Reagan yang berkulit putih, kulit Bella berwarna sawo matang. Tidak seperti Reagan yang berhidung mancung Bella berhidung pesek tapi memiliki senyum yang manis dan hal itu yang membuat Reagan terpesona dipertemuan mereka pertama kali.

Ketika Bella tertawa entah menertawakan lelucon apa tapi seolah orang-orang disekitar Bella menjadi hitam putih di mata Reagan dan hanya Bella yang berwarna.

Jatuh cinta pada pandangan pertama?

Tentu saja.

Bella pun sebenarnya begitu, ia pertama kali melihat Reagan dalam sebuah perlombaan olahraga di sekolahnya. Kalian pasti berpikir dia pemain basket atau sepak bola yang tampak cemerlang di lapangan kan? Coret bayangan kalian.

Dia hanya duduk di pinggir lapangan dengan sebuah kamera sibuk membidik ke sana kemari. Disitu Bella jatuh cinta padanya.

Lalu apa yang menghalangi cinta dua sejoli yang tampak sempurna ini?

Bella yang manis dan imut serta Reagan yang tampan.

Mereka dihalangi oleh takdir.

Ehem—

Sebuah kecelakaan terjadi. Antara mobil yang dikendarai Reagan dan Bella sebagai penumpang dengan sebuah truk yang disupiri oleh seorang supir yang mengantuk karena tidak berhenti untuk ngopi seperti supir-supir lainnya.

Apa salah satu dari mereka meninggal?

Tidak.

Mereka berdua selamat. Sayang

Bella kehilangan ingatannya dan Reagan buta.

Bella bangun dan bertanya siapa dirinya.

Reagan bangun dalam kegelapan.

Ibu Bella menangis. Menangisi kenyataan bahwa ia harus mengenalkan diri pada anaknya seperti orang asing. Mengenalkan suaminya. Mengenalkan keluarganya yang juga keluarga Bella seperti orang asing.

Ibu Reagan menangis. Menangisi kenyataan bahwa anaknya tidak secemerlang dulu dengan kekurangan yang dimilikinya sekarang. Tidak bisa menatap masa depan sejelas sebelumnya.  Tidak bisa mengenali siapa dirinya dan harus bertanya dulu. Siapa disana?

Reagan tenggelam dalam kesedihannya.

Bella tenggelam dalam tanda tanya yang memenuhi kepalanya.

Akhirnya keluarga memilih untuk memutuskan pertunangan. Karena sakit hati. Karena tidak terima kenapa anak mereka harus berakhir seperti ini.

Bella pindah ke luar kota untuk belajar dari awal. Bersama keluarganya.

Reagan tetap dikotanya untuk belajar hidup dalam kegelapan. Bersama keluarganya.

Sebelum Bella pindah Reagan selalu bertanya. Kemana Bella, apa yang terjadi pada Bella, bagaimana keadaan Bella. Tapi orangtuanya tak pernah menjawab dan ia akan meraih apapun diatas meja melemparnya ke segala arah, entah itu mengenai keluarganya atau tidak tapi ia berusaha melepas amarah. Ia berteriak begitu keras lalu menutup matanya. Hendak menangis pun ia tidak bisa karena air mata tak akan mengembalikan penglihatannya.

Hingga kemudian seorang temannya datang dan menjawab semua pertanyaan Reagan tentang apa yang terjadi pada Bella dan bagaimana keadaannya.

“Bella baik-baik saja. Ia hanya kehilangan ingatannya. Kau sangat tidak beruntung kawan.”

Reagan tau temannya itu tidak menjelaskan dimana keberadaan Bella karena Bella sudah pergi, Reagan pun tak sanggup menanyakan kemana kekasihnya pergi karena ia merasa tidak pantas untuk mengikat Bella kembali dengan keadaan yang seperti ini, ia tidak sanggup mencegah Bella pergi.

Singkat cerita 3 tahun berlalu.

3 tahun adalah waktu yang singkat dalam sebuah cerita tapi bukan waktu yang singkat bagi Bella ataupun Reagan.

Bella sudah bekerja di kota yang ditinggalinya sebagai seorang pekerja sosial. Memang tidak bisa disebut pekerjaan utama tapi ia tetap bisa menghasilkan uang melalui butik kecil yang diwariskan ibunya padanya. Ia sudah bertunangan dengan seorang lelaki yang tampan, baik dan kaya yang dipilihkan oleh orangtuanya, karena Bella masih belum bisa mengingat apapun dan siapapun kecuali sesuatu yang dijelaskan padanya sejak 3 tahun lalu sampai yang terus ia alami saat ini. Jelas ia tidak bisa memilih pendamping dengan mudahnya.

Dan orangtuanya tidak pernah menyebut nama Reagan dan nama Reagan tidak pernah disebut lagi dalam kehidupan Bella yang baru.

Lalu bagaimana dengan Reagan yang sudah menjadi buta?

Dia hidup bahagia juga dengan caranya sendiri, menjadi pemilik sebuah perusahaan penerbitan sekaligus percetakan yang selain memproduksi buku untuk orang normal juga memproduksi buku untuk orang-orang sepertiya. Ia bahagia karena bisa membuktikan bahwa ia berhasil dengan kekurangan yang dimilikinya tapi ia juga sedih karena masih belum menemukan seseorang yang melengkapinya seperti yang dilakukan Bella.
Kalau kuakhiri cerita disini apakah sudah pantas disebut akhir yang bahagia? Bella berbahagia dengan kegiatan sosial yang ia jalani dan Reagan bahagia dengan perusahaan miliknya.

Belum? Benar-benar belum?

Hari itu terik sekali. Reagan berjalan dengan tongkat ditangannya. Menyusuri jalanan yang sudah ia hapal di luar kepala, lubang-lubangnya, tinggi rendahnya, hingga ia tidak perlu terjatuh dan membutuhkan bantuan orang lain yang merasa iba padanya.

Bella ada di sisi jalan yang sama. Hari ini ia hanya berkunjung ke kota yang terasa sangat familiar di matanya hingga ia tidak tersesat ketika berada di tempat ini seperti ia tersesat di kota-kota lain yang baru ia kunjungi. Padahal seingatnya ini adalah kali pertama ia berkunjung.

Bella dan Reagan berpapasan.
Seperti dalam adegan-adegan di film mereka melewatkan kehadiran satu sama lain.

Tapi Bella berhenti dan berbalik. Ia menatap punggung orang yang baru saja dilewatinya. Sosok itu terasa familiar hingga jantungnya berdetak begitu kencang, ia merasakan perasaan yang tak bisa dijelaskannya seperti sebuah kerinduan. Bella yakin. Hingga tanpa ia sadari ia menyentuh dadanya dan merasakan bagaimana jantungnya masih berdebar dengan cepat.

Bunyi handphone menghancurkan lamunannya dan dengan terpaksa ia berjalan dengan cepat meninggalkan perasaan aneh yang dirasakannya tadi.

Lalu Reagan. Reagan hanya berhenti tapi tak berbalik. Karena berbalik pun dirasa percuma baginya. Ia mencium sesuatu yang sangat dikenalnya. Seperti bau parfum yang begitu khas dan tidak pernah hilang dari pikirannya sejak 3 tahun lalu. Reagan mengenali bau itu tapi ia tidak bisa meyakinkan diri bahwa orang itu adalah orang yang sangat dirindukannya sejak 3 tahun lalu. Jadi ia memilih melanjutkan perjalanannya. Melupakan rasa rindu yang meluap tiba-tiba.

Mereka dipertemukan kembali. Ketika tempat kerja sosial Bella membutuhkan kerja sama dengan perusahaan Reagan yang memproduksi buku Braille dalam jumlah besar. Hari itu mereka bertemu dalam sebuah rapat. Bella sempat heran kenapa seseorang yang memiliki perusahaan sebesar ini adalah seseorang yang tidak bisa melihat. Lalu Bella memperhatikan penampilan Reagan, wajahnya, gerak tubuhnya, sepertinya orang itu adalah orang yang begitu familiar di matanya dan terus menimbulkan detak yang tak teratur pada jantungnya. Ia merasakan rindu yang meluap begitu saja tapi tak mengerti karena apa.

Reagan pun begitu. Ia merasakan bau yang asing di ruangan itu tapi begitu familiar di ingatannya. Ia ingat hanya Bella yang memiliki bau seperti ini, bukan karena parfum semata tapi karena itu Bella. Dan suara perempuan itu terdengar begitu menggelitik telinganya membangkitkan kenangan lamanya.
Reagan tahu nama perempuan itu Bella. Seharusnya dugaannya benar hingga kemudian ia bertanya pada salah satu karyawan yang tak lain adalah temannya ketika SMA yang mengenal dirinya dan juga Bella.

“Apa dia Bella?”

Temannya itu ragu. Meragu karena takut hati Reagan terluka. Bella tampak baik-baik saja dan tidak mengenali mereka.

“Benar dia Bella.”

Reagan hendak mengejarnya tetapi temannya itu mencegah Reagan. “Apa yang akan kau lakukan. Kau tidak mungkin mengaku begitu saja sebagai mantan tunangan Bella. Dia sudah bahagia Reagan. Bahagia tanpamu.”

Kata-kata temannya seperti tinju, membuatnya terduduk dan membiarkan sosok Bella itu pergi bersama pertanyaan yang menghantui pikiran perempuan itu tentang siapa Reagan dalam hidupnya. Mungkin dalam masa lalunya.

Ia bertanya pada ibunya. Ibunya hanya diam dan enggan menjawab.

Bella mencari tahu dan menemukan kenyataan bahwa ia dan Reagan pernah bertunangan dan keluarganya menyembunyikan semuanya. Bella marah dan kecewa terhadap orangtuanya, tapi menghadapi ibunya yang menangis dan ayahnya yang tampak sedih ia tidak sanggup menyalahkan kedua orangtuanya sepenuhnya, ia tidak bisa begitu saja menganggap bahwa orangtuanyalah penjahat dalam kehidupannya.

Sementara Reagan begitu kalut. Kalut dengan perasaannya sendiri. Ia begitu merindukan Bella hingga rasanya dadanya begitu sesak oleh rasa sakit karena kerinduan yang tak tersampaikan lalu ia merasakan lagi kehadiran Bella dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti orang tolol ia hanya bisa berpura-pura tidak tahu.

Lalu di pertemuan mereka yang selanjutnya Bella bersikap biasa saja begitu juga Reagan walaupun di dalam diri mereka masing-masing dada mereka terasa sesak dan ingin sekali memeluk satu sama lain. Tapi apa daya, Reagan meragu, begitu juga Bella, mereka ragu apakah mereka harus mengembalikan perasaan yang tidak pernah hilang ini.

Hingga suatu hari, bukan dalam sebuah pertemuan resmi, takdir mempertemukan  mereka di sebuah  taman. Reagan sedang duduk di sebuah bangku panjang dan Bella baru saja tiba di taman itu, melihat sosok dengan rambut berantakan yang tertiup angin, berkaos hitam dan bercelana jeans tampak memandang ke depan, walaupun Bella tahu laki-laki itu tak bisa melihat apapun.

Bella memelankan langkahnya, duduk disamping Reagan tanpa bertanya, diam-diam memandangi wajah laki-laki itu dan merasakan degup jantung yang begitu kencang di dadanya dan seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Ia tidak bisa mengulang momen apapun dalam ingatannya tapi kehadiran laki-laki ini sudah membuat ia merasa kalau ia pernah punya masa-masa indah bersamanya.

Reagan tahu ada seseorang yang duduk disebelahnya. Dan perasaannya mengatakan orang itu Bella. Ia tidak bisa memastikan dengan jelas karena orang itu tidak bersuara. Ia hanya berharap dugaannya tak salah.

“Apa kau sedang memandangiku?”
Bella tergagap. Terkejut.

“Kau tahu? Bagaimana caranya?

Reagan hanya tersenyum. “Feeling.”

Bella pun ikut tersenyum lalu menggeser posisinya memperhatikan keramaian taman pagi itu bersama dengan Reagan yang walaupun tidak bisa melihat tapi bisa mendengar tawa dan canda yang terdengar saat ini.

“Apa kita pernah saling mengenal sebelum ini?” tanya Bella memastikan. Hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Reagan.

“Pernah.”

“Benarkah?”

“Bahkan aku pernah mencintaimu.”

Bella terkejut. Rasanya dadanya sesak dan air matanya menetes tanpa disadari. Sebutlah ia melankolis tapi menemukan seseorang yang kau rindukan tiap malam tanpa kau tahu siapa orang itu adalah sebuah momen yang benar-benar membuat dirinya merasakan kebahagiaan yang begitu besar.

Reagan mendengar isak pelan Bella. Ia menggeser posisinya hingga bisa berhadapan dengan perempuan itu. Memeluknya dan merasakan memori yang telah hilang 3 tahun lalu. Bersama perempuan itu ia merasa lengkap. Benar-benar lengkap sampai rasanya ia tidak yakin mau melepaskan perempuan ini karena apapun.

Bukan pernah.Tapi masih. Aku masih mencintaimu.”

Bella semakin tidak bisa menahan tangisnya. Ia menutup mulutnya dan air matanya tumpah begitu saja seperti tak terbendung lagi.

Lalu bagaimana? Apa ini akhirnya?

Bukan. Ini bukan akhirnya.

Mereka bertemu lagi keesokan harinya. Mata Bella sudah tidak sembab lagi karena ia mengompresnya semalaman. Dan Reagan tampak baik-baik saja. Akhirnya perusahaan Reagan sepakat akan membantu tempat sosial dimana Bella bekerja.

Pertemuan mereka setelah ini tidak diperlukan lagi.

Bella mengucapkan salam perpisahan dan berterimakasih pada Reagan.
Berterimakasih atas segala perasaan yang dicurahkan padanya. Berterimakasih atas penantian yang dilakukannya. Berterimakasih atas segalanya dan memintanya untuk hidup bahagia.

Beberapa bulan kemudian Reagan dikirimi sebuah surat undangan dalam tulisan braile sehingga ia bisa membaca sendiri nama yang tertuliskan disana.

Bella dan Abyan.

Takdir memisahkan mereka dua kali. Setidaknya mereka dipisahkan secara baik-baik pada akhirnya.

Takdir memutuskan bukan Bella yang bersama Reagan dan bukan Reagan yang bersama Bella.

Itu akhirnya.

Itu akhir cerita ini.

3 komentar :

chococyanide at: 2 Juli 2012 pukul 22.25 mengatakan... Reply

Hai, long time no comment. Read this on my birthday, what a beautiful 'present' for me..hahaha... :D

Sudut pandang yang menarik, tapi si narator kok kayaknya agak sinis gitu ya? No problem sih buatku..
Tentang ceritanya sih..awwesome! :D Mungkin sedikit mengingatkan bahwa memori dan penglihatan itu dua hal yang sangat penting dalam cinta. Dapat idenya dari mana ya, bagus banget sih. :)

Maybe one of your best. I love it!

3/phi

Vanessa Praditasari at: 3 Juli 2012 pukul 06.48 mengatakan... Reply

@chococyanide
Halooo~ Anggap saja ini hadiah ulangtahunmu hahahha.

Masak sih keliatan sinis? Dibagian mananya? ._.
Dapat ide dari mana ya? Ide selalu muncul begitu saja :D
Aku malah gak kepikiran kalau memori dan penglihatan adalah hal yang penting dari cinta .____.

Thankyouuu keep reading

Ilham Sasmita at: 2 Oktober 2013 pukul 09.57 mengatakan... Reply

*sigh
untung Bella ga jadinya sama jacob..
jadi dia ga kecewa.

Posting Komentar

Beo Terbang