Ada sebuah kisah, tentang ramalan yang
mengatakan sang puteri akan mati karena patah hati. Karena rasa sakit yang tak
tertahankan katanya. Karena perasaan yang tak bisa menjadi nyata.
Kutukan itu membuat kerajaan gempar.
Sang Ratu dan Raja khawatir, sangat khawatir. Hingga mereka memutuskan untuk
mencegah puteri bertemu dengan laki-laki. Siapapun itu, kecuali ayahnya
sendiri--sang Raja.
Namun seiring dengan tahun demi tahun
berlalu. Raja dan Ratu yang mulai menua, mereka khawatir karena tidak mungkin membiarkan sang
puteri untuk terus tinggal di dalam istana tanpa bertemu laki-laki manapun. Mereka memikirkan cara bagaimana puteri akan menemukan pasangannya, yang kelak akan menjadi
Raja.
Akhirnya Raja dan Ratu memutuskan untuk
mempertemukan puteri dengan pangeran-pangeran yang hendak mencari pendamping
hidup. Pangeran yang datang ke kerajaan diminta untuk bertemu dengan sang
puteri di dalam kamarnya. Hanya berdua.
Ketika pangeran pertama datang hari itu.
Puteri merasa sangat senang. Karena seumur hidupnya ia baru bertemu dengan
laki-laki yang seumuran dengannya. Ia memandangi sang pangeran dengan tatapan
takjub, memperhatikan setiap gerak-geriknya, berusaha memahaminya, mengangguk
setiap kali berhasil menyimpulkan sesuatu tentangnya, menganggumi wajah
tampannya. Puteri merasa senang. Sangat senang berada di dekat pangeran pertama,
walaupun kadang ia tidak mengerti beberapa hal yang diucapkan oleh sang
pangeran.
“Kita harus menguasai rakyat kita. Agar
mereka patuh pada kita,” ujar pangeran pertama dengan menggebu-gebu, matanya
membulat memancarkan ambisi, tangannya terkepal, suaranya menggelegar. Di
kerajaannya sendiri, pangeran pertama terkenal sebagai pangeran yang ambisius.
Sibuk memperebutkan tahta dengan kakak laki-lakinya.
Puteri mengangguk-anggukkan kepala. Ia
tidak ingin berdebat walaupun kadang tak setuju dengan kata-kata pangeran
pertama. Ia hanya ingin mempelajari bagaimana seorang laki-laki itu. Apakah
semuanya seperti pangeran pertama, ambisius dan penuh semangat? Tapi ayahnya
tidak ambisius dan dari cerita pelayan-pelayan, rakyat kerajaannya makmur dan
tidak dalam kekang kerajaan.
Tapi pertanyaan tinggal pertanyaan.
Walaupun puteri terus bertanya tentang apakah setiap laki-laki seperti pangeran
pertama. Degup jantungnya pun berdetak dengan cepat, walaupun pangeran pertama
tidak pernah tersenyum, tapi senyumnya terus mengembang seperti tak bisa hilang.
Setelah pangeran pertama pergi pun ia terus menghela napas panjang dan
mengharapkannya kembali.
Ratu datang mengunjungi sang puteri,
memastikan bagaiman perasaan puteri terhadap pangeran pertama.
“Ibunda. Kenapa jantungku berdebar
ketika mendengarnya berbicara?”
“Itu yang disebut jatuh cinta anakku.”
“Dan sejak tadi aku tidak berhenti
tersenyum melihatnya.”
“Benar kau sedang jatuh cinta anakku.”
“Baru saja ia melewati pintu itu tapi
aku ingin melihat wajahnya lagi dan lagi.”
“Kau benar-benar sedang jatuh cinta.”
Ratu bahagia dan menceritakan pengakuan
sang puteri tentang pangeran pertama. Tapi Raja tidak yakin, terlebih lagi ia
tidak terlalu menyukai pangeran pertama yang menurut kabar berita, sangat haus
akan tahta. Terlebih lagi karena kakak pangeran pertama yang sudah pasti akan
menjadi Raja selanjutnya, bisa jadi alasan pangeran pertama mencari puteri yang bisa
dinikahi adalah untuk mendapatkan tahta. Raja bersikeras tidak akan menyerahkan puteri
dan kerajaannya pada orang seperti itu.
Esoknya kembali datang seorang pangeran.
Kali ini dari negeri yang sangat jauh, hingga tampak penampilan secara fisiknya
berbeda dengan orang-orang di kerajaan sang puteri. Pangeran kedua berpostur
tinggi besar, dengan kulit berwarna coklat, rambutnya ikal menyentuh bahu.
Puteri menatap pangeran itu tanpa
berkedip. Memperhatikannya baik-baik dengan ekspresi keheranan, ia belum pernah
melihat laki-laki yang berkulit begitu coklat dengan rambut ikal seperti
pangeran kedua. Dan caranya berbicara serta bersikap berbeda sekali dengan
orang-orang di kerajaan yang dikenalnya.
Walaupun penampilan fisik dan caranya
berbicara begitu asing. Puteri tetap merasa senang dengan kehadiran pangeran
kedua yang sibuk menceritakan tentang kerajaannya, bagaimana pangeran kedua
yang berasal dari kerajaan yang jauh bisa berada di kerajaannya, bagaimana
rakyat-rakyatnya, bagaimana budaya disana, siapa saja puteri yang pernah ia
temui—sekaligus memuji kecantikan sang puteri—, bagaimana kehidupannya
diistana, bagaimana pendapatnya tentang kerajaan ini dan bla—bla—bla. Pangeran
terus bercerita dan hebatnya sang puteri tidak mengantuk sedikitpun. Ia terus
mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum, sesekali tertawa bersama pangeran
kedua yang menceritakan kejadian lucu yang pernah dialami.
Selama beberapa jam berlalu, sang puteri
masih tidak bosan mendengarkan cerita pangeran kedua. Berbeda dengan pangeran
pertama yang memintanya untuk memberikan pendapat dan membuatnya bingung,
pangeran kedua terus mengoceh tanpa membuatnya mengeluarkan kata sekalipun.
Walaupun begitu, puteri tetap merasa
senang mendengarkan dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Hingga ketika pangeran kedua hendak
pulang, sang pangeran memberikan ciuman di pipi sang puteri hingga membuat wajah sang
puteri memerah seperti tomat. Puteri tidak pernah dicium di pipi sebelumnya,
kecuali oleh Raja dan Ratu.
Setelah pintu di tutup dan
puteri sendirian lagi di kamarnya, puteri terus bertopang dagu dan mengingat
bagaimana pangeran kedua mencium pipinya, hingga wajahnya memanas dan kembali
memerah.
Ratu yang masuk kedalam kamar sang
puteri memandangi anaknya dengan pandangan heran.
“Apa kau sakit?”
Puteri menggeleng.
“Bagaimana tadi?”
“Saat ini jantungku berdebar hebat
ibunda.”
“Kau jatuh cinta anakku.”
“Wajah serta tubuhku, terasa panas sejak
tadi.”
“Benar. Kau jatuh cinta, anakku.”
“Dan aku terus mengingat bagaimana
pangeran mencium pipiku tadi.”
Ratu mengerutkan dahinya. Berdiri dengan
terburu-buru. “Apa?”
Ratu menceritakan apa yang dikatakan
oleh sang puteri kepada Raja, kecuali bagian pangeran kedua mencium pipi sang
puteri. Karena Ratu khawatir, Raja akan marah besar dan bisa saja memenggal
kepala sang pangeran. Raja senang dan mengusulkan pangeran kedua sebagai calon
suami sang puteri yang sah tapi Ratu menolak dan meminta sang Raja untuk
mencarikan lagi pangeran yang lain, untuk pertimbangan selanjutnya.
Kemudian 2 hari berlalu. Belum ada
pangeran lagi yang datang. Puteri bingung dengan perasaannya sendiri. 3 hari
yang lalu ia memimpikan pangeran pertama setelah bertemu dengannya, 2 hari lalu
ia memimpikan pangeran kedua setelah bertemu dengannya, kemarin ia memimpikan
keduanya.
Dan kadang ia memikirkan pangeran
pertama lalu tersenyum. Kadang pangeran kedua lalu tersenyum sambil memegangi
pipi kanannya. Lalu tanpa disadari ia mulai membandingkan kulit cokelat
pangeran kedua dengan kulit putih pangeran pertama, rambut lurus pangeran
pertama dengan rambut ikal pangeran kedua, tubuh pangeran pertama yang kurus
dengan pangeran kedua yang tampak berisi namun tetap tegap, pangeran pertama
yang tampak ambisius dengan pangeran kedua yang suka bertualang.
Lalu hari-harinya mulai diisi dengan
kebingungan akan perasaannya sendiri.
“Ibunda, apakah cinta bisa merasakan
kebingungan?”
“Tidak. Ia selalu mantap dengan
pilihannya.”
“Berarti aku tidak sedang jatuh cinta
ibunda.”
Keesokan harinya pangeran ketiga datang.
Secara fisik pangeran ketiga menyerupai pangeran pertama walaupun lebih tinggi
darinya, tubuhnya memang kurus tapi tetap pas dengan tingginya, ia tersenyum
dengan lesung pipi di kiri dan kanan, matanya bulat dengan alis yang tebal, dan
ketika puteri memperhatikannya dengan cermat warna mata pangeran ketiga adalah
coklat. Coklat tua.
Berbeda dengan pangeran pertama yang
sibuk menceritakan tentang ambisinya. Pangeran kedua yang bercerita tentang
dirinya sendiri dan kehidupannya. Pangeran ketiga mencakup kedua-duanya
ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan kepada sang puteri tentang apa yang
disukainya, dimana ia suka berlibur, apa yang dirasakannya, apa yang
dipikirkannya, apa yang ia benci, apa yang dia inginkan.
Puteri tersenyum seperti ketika bersama
pangeran pertama, tertawa seperti ketika bersama pangeran kedua dan ikut
bercerita. Kali ini puteri merasa lebih bahagia, bahagia karena ia bisa berkeluh kesah, bahagia karena ia bisa
menceritakan apa yang selama ini ditahannya di depan Raja dan Ratu.
Hingga berjam-jam berlalu, bahkan hari
menjelang sore mereka masih mengobrol tanpa peduli waktu yang telah berlalu. Hingga Ratu mengetuk
pintu dan memberi tahu pangeran ketiga bahwa kereta kudanya sudah menunggu
sejak tadi.
Pangeran ketiga meminta ijin untuk
pulang, sebelum berpisah, sang puteri meminta pangeran ketiga untuk datang lagi
lain kali. Pangeran ketiga mengangguk, lalu tersenyum, sementara sang Ratu
takjub karena puteri berani meminta secara langsung seperti itu.
Setelah pangeran ketiga pergi. Puteri
dan Ratu kembali berbincang-bincang seperti biasanya.
“Bagaimana perasaanmu?”
“Aku senang sekali.”
“Apa jantungmu berdebar dengan kencang?”
“Awalnya iya. Lalu sudah tidak lagi.”
“Apa kau merindukannya?”
“Iya. Aku sangat ingin berbincang lagi
dengannya.”
Ratu memiringkan kepalanya. Kebingungan.
Biasanya orang yang jatuh cinta akan merasakan jantung yang terus berdebar dan
rindu hanya untuk melihat wajahnya tapi kali ini berbeda, puteri tidak ingin
melihat wajahnya saja tapi berbincang dengan pangeran ketiga, dan lagi
jantung sang puteri tidak berdebar seperti sebelum-sebelumnya.
Ratu melaporkan hal itu pada sang Raja
yang mulai mengambil kesimpulan bahwa tidak ada satupun pangeran yang cocok.
Puteri tetap harus bertemu dengan laki-laki lain dan mengambil keputusan
sendiri, sekalipun itu beresiko. Lagipula, mungkin saja patah hati bisa
dicegah.
Akhirnya untuk pertama kalinya, puteri
bisa keluar dari istana. Ia sangat bahagia. Bahagia sekali. Sehingga senyum di
wajahnya tak bisa lepas. Hingga jantungnya berdebar dengan cepat. Hingga
wajahnya memanas terkena matahari. Hingga rasanya ia terus bermimpi. Hingga
kemudian ia tak bisa melupakan perasaan, bagaimana pertama kalinya ia keluar
dari istana, bertemu dengan rakyatnya, dengan anak-anak kecil, dengan kelinci,
dengan burung-burung dengan semuanya yang hanya bisa ia lihat melalui jendela
atau pertama kali ia lihat saat ini. Dengan sendirinya puteri mengambil
kesimpulan. Ia mencintai kebebasan.
Kemudian pangeran ketiga pun sering
mengunjungi istana. Mendengarkan cerita sang puteri, sesekali menimpali,
sesekali membuatnya tertawa, sesekali mengajaknya ke pesta dansa, sesekali
memintanya untuk mengunjungi kerajaanya.
Ketika keraguan Ratu tentang perasaan
puteri pada pangeran ketiga mulai pupus. Puteri ternyata menolak lamaran
pangeran ketiga, membuat pangeran ketiga pergi dari kerajaan dengan hati yang
patah dan perasaan tidak percaya.
Beberapa hari berlalu tanpa pangeran
ketiga, puteri mulai bosan dengan kebebasan yang diberikan padanya. Ia mulai
bosan harus berjalan menyusuri taman kerajaan sendirian, mulai bosan memberi
makan kelincinya sendirian, mulai bosan bermain dengan anak-anak kecil
sendirian, mulai bosan mengobrol dengan beberapa orang baru yang ditemuinya.
Tiba-tiba ia merasakan perasaan ingin
bertemu dengan pangeran ketiga. Membicarakan banyak hal dengannya, menceritakan
segala kejadian selama mereka tidak bertemu, datang ke pesta dansa bersama,
melihat keadaan rakyatnya bersama-sama.
Lalu dengan perasaan rindu yang
membuncah puteri mengunjungi kerajaan
pangeran ketiga. Ia menemui Raja dan Ratu kerajaan itu yang menatapnya dengan
wajah penuh kesedihan. Puteri jelas tidak mengerti, karena tidak ada yang
meberitahunya bahwa pangeran ketiga pergi menuju medan perang dan tidak pernah
kembali.
Setelah lamarannya di tolak. Pangeran
yang patah hati memilih untuk maju ke medan perang, walaupun Raja dan Ratu
sudah melarang dan meminta pangeran
untuk menyerahkan semuanya pada panglima perang tetap saja pangeran ngotot
untuk ikut, untuk melupakan sesak di dada katanya, untuk meluapkan rasa sakit
katanya.
Musuh memang berhasil dipukul mundur
namun pangeran meninggal karena tebasan pedang beracun dari pimpinan musuh.
Kerajaan masih berduka ketika puteri tiba dengan kegembiraan lalu pulang dengan
ekspresi kosong.
Kosong. Ratu menemukan puteri duduk di
depan meja riasnya dengan mata kosong. Puteri tampak terus berkaca tapi
pandangan matanya kosong, seperti melihat kegelapan disana, seperti tak melihat
bayangannya sendiri.
Ratu mulai khawatir, mengkhawatirkan
keadaan puteri yang hanya diam tak banyak bicara, kadang puteri memang
tersenyum dan tertawa namun ketika sendirian, Ratu kembali menemukan pandangan
yang menerawang entah kemana. Puteri semakin sering pergi berjalan-jalan
sendirian dan kembali dengan mata yang bengkak, namun tetap tersenyum, kemudian
keesokan harinya tertawa lagi ketika mendengar lelucon ataupun melihat kejadian
yang lucu.
Puteri memang makan tapi hanya sedikit.
Hingga tubuhnya mulai mengurus dan penyakit-penyakit ringan
mulai silih
berganti datang.
Terkadang puteri bercerita tentang
pangeran ketiga pada sang Ratu dengan senyum yang mengembang lalu terdiam
sejenak dan memegangi dadanya. Ketika Ratu bertanya kenapa, puteri hanya akan
menjawab.
“Rasanya sakit, ibunda.”
Ratu sempat mengira ada yang bermasalah
dengan jantungnya tapi ketika tabib datang untuk memeriksa, tidak ada masalah
katanya, jantung puteri sehat.
Hari demi hari berlalu, pangeran yang
datang mengunjungi sang puteri terus bertambah. Pangeran keempat, kelima,
keenam dan seterusnya. Tapi seperti pangeran pertama dan kedua puteri sempat
mengira ia jatuh cinta pada mereka sampai kemudian ingatannya tentang pangeran
ketiga muncul lalu dadanya kembali terasa sakit.
Beberapa tahun berlalu dan puteri tetap
tidak menemukan pangeran yang tepat. Sampai kemudian ia memiliki seorang adik
laki-laki, yang begitu ia sayang yang begitu ia perhatikan, yang begitu ia
manjakan. Perhatian kerajaan mulai terbagi antara sang puteri dan sang pangeran
kecil. Raja dan Ratu mulai tidak memperketat pengawasan terhadap puteri.
Puteri pun tampak kembali normal,
walaupun jika diperhatikan, ketika sendirian ia tetap memandang entah kemana,
memegangi dadanya, dan mendongakkan kepala seperti menahan sesuatu menetes dari
matanya.
Jika diperhatikan lagi, puteri rutin berkunjung ke kerajaan pangeran
ketiga untuk mengunjungi makamnya.
Jika diperhatikan lagi, puteri lebih sering
berbaring di ranjang beberapa hari ini. Jika diperhatikan lagi, puteri lebih
banyak tidur beberapa hari ini. Dan jika diperhatikan lagi, puteri selalu
tersenyum dalam tidurnya.
Beberapa hari kemudian kerajaan berduka.
Puteri yang selalu tersenyum ketika tertidur lelap tidak pernah bangun lagi.
0 komentar :
Posting Komentar