The best way to keep one's word is not to give it—
Napoleon Bonaparte
Setiap janji memiliki
jiwa yang menagih pemenuhan atas janji kepada setiap pengucapnya. Semakin
banyak janji yang diucapkan, semakin nyata jiwa yang dimiliki oleh janji hingga
mereka berubah menjadi sebentuk fisik. Bukan sekedar bisikan-bisikan yang mengingatkan
pengucap janji akan janjinya tapi berbentuk mahluk yang hanya nyata di mata
pengucap. Mahluk itu tak bermata, tak bermulut, tak berhidung tak berambut, tak
bertangan, warnanya putih seperti kertas, wajah dan tubuhnya dipenuhi tulisan
akan janji-janji yang pernah pengucap katakan.
Janji tak pernah lepas
dari keberadaan pengucap, mereka mengikuti seperti bayangan ketika matahari
masih berada di singgasanannya dan terus menempel seperti daki di tubuh. Janji
tak pernah mengganggu secara langsung karena fungsinya hanya sebagai pengingat,
janji hanya hadir dan mengikuti pengucap, mengingatkan bahwa pengucap masih
memiliki janji yang harus dipenuhi, tidak memaksa pengucap untuk memenuhi
apalagi mengancam mereka.
Tapi bagi setiap janji
yang memiliki tenggat waktu, janji itu berubah. Janji memiliki tangan untuk
mengingatkan pengucap lebih keras lagi, namun tangan itu hanya sekedar menepuk
bahu pengucap, mengingatkan akan janji yang penting, yang harus segera
dipenuhi, menunjukkan tulisan janji berwarna merah yang lebih besar dari
tulisan-tulisan lain agar pengucap ingat apa yang harus dilakukan.
Suatu waktu pernah
terjadi, ketika seorang pengucap dikejutkan oleh tepukan janji, sempat
dikiranya hanya teman yang menyapa maka ia mengabaikannya sekali, ketika
tepukan kedua, pengucap memutar kepalanya, melihat fisik janji dengan tulisan
merah yang begitu besar di sekitar dada janji, tulisan itu bergerak-gerak
memutari tubuh janji, tangannya yang tampak lemah menempel di bahu pengucap
hingga membuat pengucap berteriak, terkejut. Dengan terburu-buru pengucap
langsung berlari, memenuhi janjinya dan berharap tidak akan pernah melihat
bentuk janji seperti itu. Lagi.
Namun lain cerita jika
tenggat waktu tidak terpenuhi, tangan janji akan terlepas, tulisan pengingat di
tubuh mereka akan lenyap dan janji akan mengecil, jika awalnya setinggi
pengucap bisa jadi janji berubah menjadi setinggi anak pengucap, tanpa tangan,
hanya kaki dan tubuh seputih kertas dengan tinta hitam yang mengukir setiap
kata dari setiap janji yang pernah diucapkan pengucap janji.
Betapa efektifnya
kinerja janji jika manusia masih memiliki ketakutan dalam dirinya. Jika
keberadaan janji sendiri menjadi sesuatu yang mengganjal bagi mereka, menjadi
sesuatu yang mengganggu nurani mereka, walaupun mereka tak mengganggu secara
langsung, tak mengingatkan secara verbal.
Namun manusia tidak
semudah itu diingatkan dan tak semudah itu mengaku bahwa mereka memiliki fisik
janji yang mengikuti mereka, karena dengan mengakui keberadaan janji mereka
mengakui janji yang mereka miliki. Ketika mereka berkata lupa—sementara mereka
berbohong— atau mengaku tidak mengatakan sebuah janji maka fisik janji langsung
menciut, mengecil, hingga seukuran semut, walaupun tak terlihat oleh mata
pengucap, janji tetap berada di tempat yang sama, mengikuti selalu.
Ketika janji mengecil,
hingga tak tertangkap oleh mata pengucap, banyak pengucap berpikir bahwa janji
bisa menghilang jika mereka tidak memenuhinya, tanpa rasa takut, beberapa
pengucap memilih untuk membiarkan janji semakin kecil dan mengecil hingga
mereka bisa mengabaikannya.
Lain halnya jika janji
terpenuhi, maka janji akan berubah semakin tinggi, semakin besar, semakin
terlihat, semakin jelas tulisannya semakin membuat pengucap menyadari bahwa
mereka masih memiliki janji-janji yang harus dipenuhi, membuat pengucap semakin
rutin memenuhi janji mereka sekaligus berusaha untuk tidak banyak berjanji
lagi. Karena diikuti oleh janji membuat beberapa manusia tidak tenang.
Sayangnya, manusia
tidak pernah berhenti berjanji, sehingga tak ada janji yang benar-benar hilang
dari diri pengucap, jika hilang dalam bentuk fisik yang hanya nyata di mata
mereka, janji tetap ada dalam bentuk bisikan di telinga, hanya sesekali, tidak
sampai membuat mereka gila, sekedar mengingatkan satu atau dua janji-janji
ringan.
Karena itu jumlah janji
menyamai manusia. Bahkan melebihi jumlah manusia.
Jika satu janji secara
fisik tidak bisa menampung janji dari seorang pengucap maka akan muncul fisik
lain, jika kedua fisik janji tidak bisa menampungnya maka muncul fisik janji
lain begitu dan seterusnya. Terlebih lagi jika pengucap telah meninggal, maka
janji akan mengikuti ahli warisnya. Bisa jadi ahli waris memiliki dua fisik
janji yang mengikutinya atau memiliki pembisik janji dan satu fisik janji yang
menempel padanya seperti daki.
Janji pun memiliki saat
ketika mereka berjumlah banyak sekali, melebihi saat-saat biasanya. Seperti
layaknya musim rambutan maka populasi janji menjadi berlimpah. Walaupun tak ada
yang bisa melihat mereka selain pengucap, tapi disaat pemilihan kepala daerah,
pemilihan presiden, pemilihan wakil rakyat, setiap tempat terasa sesak, karena
janji selalu mengikuti kemanapun pengucap pergi, kemana calon presiden
melakukan pekerjaannya, kemana calon wakil rakyat menyampaikan niatan baiknya, kemana
calon kepala daerah berorasi. Setiap kali massa berkumpul maka bertambahlah
setiap fisik janji, terus berkembang nyaris setiap jam-nya.
Ketika pengucap
terpilih sebagai pemimpin, beberapa janji menjadi semakin besar dan beberapa
yang lain menjadi sekecil semut. Jumlah janji tidak bertambah sebanyak ketika
pemilihan memang, tapi janji tidak sekedar mengikuti pengucap ketika menjadi
lebih kecil, tidak hanya mengekor dibelakangnya tapi berjalan di setiap bagian
tubuh pengucap. Ada yang merayap di tangan, di kaki, di wajah, duduk diam di
mulut, bermain-main kesana kemari, menyingkirkan rasa bosan karena diabaikan.
Pengucap tidak bisa
menyingkirkan mereka, pantulan cermin pun tak bisa menggambarkan keberadaan
mereka, karena janji hanya bisa dilihat secara langsung bukan melalui pantulan
cermin.
Pengucap tentu saja
merasakan setiap gerakan janji di tubuh mereka, seperti semut yang merayap di
setiap jengkal kulit tapi tak bisa disingkirkan dengan tangan, membuat setiap
malam pengucap janji hanya sanggup mengoleskan cream gatal di tubuh mereka berharap rasa geli yang ada hilang
begitu mereka beraktivitas keesokan harinya. Tapi apa daya, janji bukan mahluk
yang bisa disingkirkan semudah itu, janji tidak mau pergi dan janji tak akan
pergi.
Jika janji menjadi lebih
kecil lagi bisa saja janji masuk ke setiap organ tubuh pengucap janji, bermain
disana seperti anak kecil bermain di taman bermain, tak ada sel darah putih
yang menyerang mereka, tak ada sistem kekebalan tubuh yang peduli.
Hari ini kumpulan janji
bisa bermain di ginjal, memenuhi paru-paru hingga menyesakkan dada pengucap,
memenuhi kandung kemih membuat pengucap tertipu, keluar masuk kamar mandi tanpa
hasil, bisa jadi keesokan harinya menyubat hidung pengucap dan membuat mereka
mengira sedang terkena flu dan minggu selanjutnya bisa jadi mereka berada di
jantung pengucap dan bermain disana, berhari-hari, berminggu-minggu. Sementara
pengucap sibuk kembali dan pergi dari rumah sakit tanpa mengerti penyakit apa
yang melanda dirinya.
Dan bisa jadi janji
menghilang keesokan harinya, setelah pengucap mati. Karena janji sibuk bermain di jantung,
di paru-paru, di ginjal, di hati, di otak di manapun di setiap jengkal tubuh
pengucap. Tanpa henti.
For every promise, there is price to pay. –
Jim Rohn
0 komentar :
Posting Komentar