Rabu, 05 Juni 2013

Janji



The best way to keep one's word is not to give it—
Napoleon Bonaparte

Setiap janji memiliki jiwa yang menagih pemenuhan atas janji kepada setiap pengucapnya. Semakin banyak janji yang diucapkan, semakin nyata jiwa yang dimiliki oleh janji hingga mereka berubah menjadi sebentuk fisik. Bukan sekedar bisikan-bisikan yang mengingatkan pengucap janji akan janjinya tapi berbentuk mahluk yang hanya nyata di mata pengucap. Mahluk itu tak bermata, tak bermulut, tak berhidung tak berambut, tak bertangan, warnanya putih seperti kertas, wajah dan tubuhnya dipenuhi tulisan akan janji-janji yang pernah pengucap katakan.

Janji tak pernah lepas dari keberadaan pengucap, mereka mengikuti seperti bayangan ketika matahari masih berada di singgasanannya dan terus menempel seperti daki di tubuh. Janji tak pernah mengganggu secara langsung karena fungsinya hanya sebagai pengingat, janji hanya hadir dan mengikuti pengucap, mengingatkan bahwa pengucap masih memiliki janji yang harus dipenuhi, tidak memaksa pengucap untuk memenuhi apalagi mengancam mereka.

Tapi bagi setiap janji yang memiliki tenggat waktu, janji itu berubah. Janji memiliki tangan untuk mengingatkan pengucap lebih keras lagi, namun tangan itu hanya sekedar menepuk bahu pengucap, mengingatkan akan janji yang penting, yang harus segera dipenuhi, menunjukkan tulisan janji berwarna merah yang lebih besar dari tulisan-tulisan lain agar pengucap ingat apa yang harus dilakukan.

Suatu waktu pernah terjadi, ketika seorang pengucap dikejutkan oleh tepukan janji, sempat dikiranya hanya teman yang menyapa maka ia mengabaikannya sekali, ketika tepukan kedua, pengucap memutar kepalanya, melihat fisik janji dengan tulisan merah yang begitu besar di sekitar dada janji, tulisan itu bergerak-gerak memutari tubuh janji, tangannya yang tampak lemah menempel di bahu pengucap hingga membuat pengucap berteriak, terkejut. Dengan terburu-buru pengucap langsung berlari, memenuhi janjinya dan berharap tidak akan pernah melihat bentuk janji seperti itu. Lagi.

Namun lain cerita jika tenggat waktu tidak terpenuhi, tangan janji akan terlepas, tulisan pengingat di tubuh mereka akan lenyap dan janji akan mengecil, jika awalnya setinggi pengucap bisa jadi janji berubah menjadi setinggi anak pengucap, tanpa tangan, hanya kaki dan tubuh seputih kertas dengan tinta hitam yang mengukir setiap kata dari setiap janji yang pernah diucapkan pengucap janji.

Betapa efektifnya kinerja janji jika manusia masih memiliki ketakutan dalam dirinya. Jika keberadaan janji sendiri menjadi sesuatu yang mengganjal bagi mereka, menjadi sesuatu yang mengganggu nurani mereka, walaupun mereka tak mengganggu secara langsung, tak mengingatkan secara verbal.

Namun manusia tidak semudah itu diingatkan dan tak semudah itu mengaku bahwa mereka memiliki fisik janji yang mengikuti mereka, karena dengan mengakui keberadaan janji mereka mengakui janji yang mereka miliki. Ketika mereka berkata lupa—sementara mereka berbohong— atau mengaku tidak mengatakan sebuah janji maka fisik janji langsung menciut, mengecil, hingga seukuran semut, walaupun tak terlihat oleh mata pengucap, janji tetap berada di tempat yang sama, mengikuti selalu.

Ketika janji mengecil, hingga tak tertangkap oleh mata pengucap, banyak pengucap berpikir bahwa janji bisa menghilang jika mereka tidak memenuhinya, tanpa rasa takut, beberapa pengucap memilih untuk membiarkan janji semakin kecil dan mengecil hingga mereka bisa mengabaikannya.

Lain halnya jika janji terpenuhi, maka janji akan berubah semakin tinggi, semakin besar, semakin terlihat, semakin jelas tulisannya semakin membuat pengucap menyadari bahwa mereka masih memiliki janji-janji yang harus dipenuhi, membuat pengucap semakin rutin memenuhi janji mereka sekaligus berusaha untuk tidak banyak berjanji lagi. Karena diikuti oleh janji membuat beberapa manusia tidak tenang.

Sayangnya, manusia tidak pernah berhenti berjanji, sehingga tak ada janji yang benar-benar hilang dari diri pengucap, jika hilang dalam bentuk fisik yang hanya nyata di mata mereka, janji tetap ada dalam bentuk bisikan di telinga, hanya sesekali, tidak sampai membuat mereka gila, sekedar mengingatkan satu atau dua janji-janji ringan.

Karena itu jumlah janji menyamai manusia. Bahkan melebihi jumlah manusia.

Jika satu janji secara fisik tidak bisa menampung janji dari seorang pengucap maka akan muncul fisik lain, jika kedua fisik janji tidak bisa menampungnya maka muncul fisik janji lain begitu dan seterusnya. Terlebih lagi jika pengucap telah meninggal, maka janji akan mengikuti ahli warisnya. Bisa jadi ahli waris memiliki dua fisik janji yang mengikutinya atau memiliki pembisik janji dan satu fisik janji yang menempel padanya seperti daki.

Janji pun memiliki saat ketika mereka berjumlah banyak sekali, melebihi saat-saat biasanya. Seperti layaknya musim rambutan maka populasi janji menjadi berlimpah. Walaupun tak ada yang bisa melihat mereka selain pengucap, tapi disaat pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden, pemilihan wakil rakyat, setiap tempat terasa sesak, karena janji selalu mengikuti kemanapun pengucap pergi, kemana calon presiden melakukan pekerjaannya, kemana calon wakil rakyat menyampaikan niatan baiknya, kemana calon kepala daerah berorasi. Setiap kali massa berkumpul maka bertambahlah setiap fisik janji, terus berkembang nyaris setiap jam-nya.

Ketika pengucap terpilih sebagai pemimpin, beberapa janji menjadi semakin besar dan beberapa yang lain menjadi sekecil semut. Jumlah janji tidak bertambah sebanyak ketika pemilihan memang, tapi janji tidak sekedar mengikuti pengucap ketika menjadi lebih kecil, tidak hanya mengekor dibelakangnya tapi berjalan di setiap bagian tubuh pengucap. Ada yang merayap di tangan, di kaki, di wajah, duduk diam di mulut, bermain-main kesana kemari, menyingkirkan rasa bosan karena diabaikan.

Pengucap tidak bisa menyingkirkan mereka, pantulan cermin pun tak bisa menggambarkan keberadaan mereka, karena janji hanya bisa dilihat secara langsung bukan melalui pantulan cermin.

Pengucap tentu saja merasakan setiap gerakan janji di tubuh mereka, seperti semut yang merayap di setiap jengkal kulit tapi tak bisa disingkirkan dengan tangan, membuat setiap malam pengucap janji hanya sanggup mengoleskan cream gatal di tubuh mereka berharap rasa geli yang ada hilang begitu mereka beraktivitas keesokan harinya. Tapi apa daya, janji bukan mahluk yang bisa disingkirkan semudah itu, janji tidak mau pergi dan janji tak akan pergi.

Jika janji menjadi lebih kecil lagi bisa saja janji masuk ke setiap organ tubuh pengucap janji, bermain disana seperti anak kecil bermain di taman bermain, tak ada sel darah putih yang menyerang mereka, tak ada sistem kekebalan tubuh yang peduli.

Hari ini kumpulan janji bisa bermain di ginjal, memenuhi paru-paru hingga menyesakkan dada pengucap, memenuhi kandung kemih membuat pengucap tertipu, keluar masuk kamar mandi tanpa hasil, bisa jadi keesokan harinya menyubat hidung pengucap dan membuat mereka mengira sedang terkena flu dan minggu selanjutnya bisa jadi mereka berada di jantung pengucap dan bermain disana, berhari-hari, berminggu-minggu. Sementara pengucap sibuk kembali dan pergi dari rumah sakit tanpa mengerti penyakit apa yang melanda dirinya.

Dan bisa jadi janji menghilang keesokan harinya, setelah pengucap  mati. Karena janji sibuk bermain di jantung, di paru-paru, di ginjal, di hati, di otak di manapun di setiap jengkal tubuh pengucap. Tanpa henti.  

For every promise, there is price to pay. –

Jim Rohn

0 komentar :

Posting Komentar

Beo Terbang