Sabtu, 15 Juni 2013

Memori


Manusia pada akhirnya mampu melakukan setting ulang terhadap memorinya. Sejenis tombol delete yang tak akan menghilangkan memori akan cara-cara untuk melakukan hal-hal dasar seperti berjalan, berbicara, menari, tersenyum. Dengan alat ini, manusia mampu melenyapkan memori pahit yang ingin mereka lenyapkan, menghilangkan memori menyebalkan yang membuat mereka malu, menghilangkan seseorang atau sesuatu dari sudut memori mereka.

Tapi alat itu tidak dimiliki setiap orang, tidak pula dikomersilkan sebuah institusi, hanya seorang laki-laki yang memiliki alat itu dan baru laki-laki itu yang mampu mengoperasikannya dan laki-laki itu adalah orang yang menemukan alat itu, membuat alat itu dan tidak mau memberikan alat itu kepada siapapun, walaupun setiap investor yang datang menawarkan uang beratus-ratus miliar, atau bahkan mencapai angka triliun, menawarkan kenyamanan hidup selama ia bernapas, menawarkan fasilitas istimewa kepada dia dan keturunannya kelak, atau keluarganya.

Tapi laki-laki itu menolak, selalu menolak dengan jawaban yang sama.

“Apalah artinya uang. Saya tidak memiliki keluarga untuk membagi kesenangan memiliki uang sebanyak itu.”

Maka investor lain datang menawarkan seorang wanita, untuk dijadikan isteri bagi laki-laki itu. Wanita cantik dengan tubuhnya yang nyaris sempurna, siapapun laki-laki yang melihat perempuan itu pasti akan menoleh dan memilih untuk memandangi wajah wanita itu lamat-lamat, lama, penuh kekaguman. Tapi laki-laki itu kembali hanya tersenyum, ia memilih untuk menolak wanita itu dengan jawaban lain.

“Bagaimana wanita secantik anda mau menikahi saya, bisa saja suatu hari nanti saya menciptakan benda menakjubkan lainnya dan seorang investor menawarkan wanita lain yang lebih cantik dari anda dan saya memilih melepaskan anda dan menikahi wanita itu, seterusnya-seterusnya.”

Wanita itu berbalik dengan wajah memerah dan berterimakasih, lalu meninggalkan laki-laki itu dan investor yang membawanya ke rumah laki-laki itu.

Maka para investor menyerah. Tak ada yang kembali ke rumah laki-laki itu, sebuah rumah sederhana dengan sebuah kamar tidur, sebuah kamar mandi, sebuah dapur yang berantakan dan sebuah ruang keluarga kecil tempat sebuah televisi dan sofa panjang dan sebuah ruangan yang lebih luas dari ruangan manapun, berada di lonteng, tempat laki-laki itu tenggelam dalam setiap benda yang dibuatnya, atau lebih tepatnya tenggelam dalam satu-satunya benda yang telah berhasil diciptakannya.

Laki-laki itu tidak pernah mencoba alat itu sendiri, tapi ia telah meminta seorang tetangga untuk datang dan mencoba alat itu.  Seorang anak laki-laki yang mengalami Pyrophobia, laki-laki itu tahu kalau ketakutan anak itu terhadap api membuatnya diejek dan dikucilkan oleh teman-temannya, karena itu ia menawarkan pengujian yang pertama kali kepada anak itu terlebih setelah mengetahui bahwa kebakaran yang pernah menjebak anak itu di dalam kobaran api lah yang menyebabkan ketakutannya akan api.

Percobaan pertama itu berhasil, anak laki-laki itu tidak pernah memiliki ketakutan terhadap api, tak ada masalah baginya berdiri di samping ibunya ketika memasak, atau melihat ayahnya menyalakan kembang api untuk adik perempuannya. Hal itu membuat orangtua anak laki-laki itu heran dan bertanya kepada laki-laki itu, setelah mendapat penjelasan, berita segera tersebar ke setiap tempat.

Berita bahwa ada seorang laki-laki yang mampu menghapus sebagian dari memori atau seluruhnya.

Berita itu membawa investor yang kemudian datang lalu pergi dan membawa orang-orang dengan kenangan pahit yang datang kepadanya. Laki-laki itu memilih untuk melayani orang dengan kenangan pahit, memilih untuk membantu mereka menghilangkan bagian dari memori yang katanya membuat dada mereka sesak, tangis mereka tak kunjung berhenti dan keinginan untuk bunuh diri muncul.

Satu persatu orang datang dan satu persatu orang pergi.

Setiap pagi ketika ia membuka pintu maka sudah datang antrian panjang yang menyambutnya dan ia pun menyambut mereka dengan senyuman, mempersilahkan mereka masuk, mendengarkan cerita mereka lalu menghapuskan sumber masalah—memori itu—seperti menghapus tulisan yang terlanjur tercerak di kertas, menerima ucapan terimakasih dari mereka dan menolak segala jenis uang yang diberikan kepadanya.
Kedatangan mereka tak ada habisnya dan membuat rumah kecil itu tak pernah sepi lagi, dan laki-laki itu nyaris tak pernah beristirahat dengan nyenyak, karena ketika malam tiba pun ada rombongan yang datang 
dan membuat kemah di halaman depan rumahnya yang kecil.

Beberapa tetangga terganggu dan meminta laki-laki itu untuk membuka praktik di suatu tempat yang sepi agar tidak mengganggu mereka. Tapi laki-laki itu tidak mau pindah dan memutuskan untuk membatasi praktik penghapusan memori yang dilakukannya. Hanya di pagi hari hingga sore, di malam hari ia akan menutup pintu dan melarang siapapun untuk mengantri di depan rumahnya.

Satu bulan berlalu setelah kedatangan tamu pertamanya, yang memintanya menghilangkan memori  tentang laki-laki yang mencampakkannya, tepat di saat satu bulan berlalu hujan turun begitu deras. Seseorang mengetuk pintu rumahnya, laki-laki itu sempat ingin mengacuhkan ketukan itu sebelum ketukan itu terjadi terus menerus dan mengganggu telinganya.

Ia membuka pintu dan menemukan seorang perempuan muda dengan payung dan jas hujan yang basah, bibirnya tersenyum kaku, meminta ijin untuk masuk.

Melihat hujan yang turun begitu deras bahkan sesekali terdengar suara guntur dan kilat petir yang menyambar-nyambar akhirnya laki-laki itu mengijinkan perempuan itu untuk masuk.

“Apakah anda datang dari jauh sampai-sampai rela datang di tengah hujan yang lebat ini?” ucap laki-laki itu sembari menuangkan segelas teh hangat.

Perempuan itu menggeleng, lalu tersenyum, masih sama kakunya seperti yang laki-laki itu temukan di depan pintu. “Tidak. Rumah saya dan rumah anda tak terlalu jauh, karena itu saya datang tanpa membawa kendaraan apapun.”

Kemudian hening, laki-laki itu duduk membiarkan perempuan itu menikmati segelas teh yang dibuatnya di dapur. Teh tanpa gula sebenarnya, tapi perempuan itu tak protes. “Maaf, teh itu tidak manis,” ujarnya ragu, memastikan bahwa ia benar-benar tidak memasukkan gula tadi, gulanya habis dan ia tidak sempat membelinya karena hujan telah menghujam bumi sejak pagi tadi.

“Benarkah?” perempuan itu meletakkan gelas tehnya kembali ke atas meja. “Saya sudah terlalu lama tak peduli soal rasa,” perempuan itu kembali tersenyum, masih kaku, seperti ada yang mengganjal di dalam mulutnya membuatnya tak bisa tersenyum seperti orang-orang lain.

“Kedatangan saya kesini—“

“Saya mengerti,” laki-laki itu memotong. “Apakah anda ingin menghilangkan memori tentang laki-laki yang 
telah menyakiti anda?”

“Tidak.”

“Tentang kematian kedua orangtua anda?”

“Tidak.”

Laki-laki itu terdiam “Apakah tentang sebuah kejadian yang menjadi phobia bagi anda?”

Perempuan itu menggeleng. “Apa selama ini orang-orang dengan masalah itu yang datang kepada anda?”

“Tidak hanya dengan masalah itu,” laki-laki itu mengerutkan dahinya mencoba mengingat. “Sebenarnya banyak, tapi kebanyakan seperti itu. Menghilangkan ketakutan, kesedihan dan memori  yang memalukan.”

“Kalau begitu anda akan menemukan sebuah kasus unik,” perempuan itu terdiam selama beberapa detik, keraguan muncul di wajahnya, ia menarik napas panjang baru melanjutkan ucapannya. “Saya ingin anda menghilangkan suami saya dari ingatan saya.”

“Maaf?”

“Suami saya orang yang baik, menyenangkan, lucu, dan begitu mencintai saya, saya pun begitu, kami baru saja menikah  5 tahun lalu dan dia baru saja meninggal 1 tahun lalu karena penyakit yang sebenarnya telah kami ketahui sebelum kami berdua menikah,” perempuan itu menarik napas panjang lalu mengeluarkannya lagi. “Saya ingin menghilangkan memori tentang dia.”

Laki-laki itu terdiam, memastikan keyakinan dari perempuan yang duduk dihadapanya. Keraguan yang sempat muncul memang sudah menghilang, tangan perempuan itu terkepal erat, rahanya mengeras, dan tak ada keraguan yang sempat muncul dari kalimatnya.

“Anda yakin?”

Perempuan itu mengangguk. “Orangtua saya yang lebih menderita daripada saya sendiri setelah saya kehilangan suami saya, mereka kehilangan menantu mereka yang begitu mereka cintai dan seolah-olah kehilangan anak perempuan mereka yang terus tenggelam dalam kenangan manis, mereka pernah menawari saya menikah dengan seorang laki-laki baik yang datang ke rumah saya setiap minggu, menceritakan banyak hal, membawa barang-barang bagus dan memberikan perhatiannya kepada saya sepenuhnya, tapi—“

“Anda tidak bisa melupakan suami anda.”

Perempuan itu mengangguk. “Saya telah merepotkan banyak orang karena tenggelam dalam kenangan suami saya, tapi rasanya sulit untuk menikahi laki-laki lain sementara kenangan tentang suami saya terus datang dan datang bertubi-tubi.”

Perempuan itu tidak menangis, tapi laki-laki itu bisa melihat kepalan tangannya yang mengendur dan gemetaran, sesekali perempuan itu menggigit bibir, seperti menahan air mata dan memilih untuk menoleh ke arah lain, berganti fokus.

Laki-laki itu mengerti, mengerti bagaimana perasaan perempuan itu, ia sempat melupakan perasaan yang membuatnya menciptakan alat yang ditawar dengan harga triliunan itu. Ia tahu rasa sesak di dada ketika menghadapi kenyataan yang pahit dan senyum yang tiba-tiba muncul ketika kenangan manis ia dan isterinya datang menyusup begitu saja.

Ah—bagaimana ia bisa lupa. Laki-laki itu tersenyum, menertawakan dirinya sendiri.

“Baiklah,” laki-laki itu berdiri. “Ingatan mulai darimana yang ingin anda hilangkan?”

Perempuan itu terkesiap, tampaknya ia baru saja tersadar dari lamunannya. “Ah—itu,” perempuan itu terdiam selama beberapa menit. “Sejak saya mengenalnya, sejak kami berusia 10 tahun,” perempuan itu menjawab dengan senyuman yang kaku, dan mata yang basah, walaupun laki-laki itu tidak menangkap keraguan, tapi ia menangkap kesedihan. Kesedihan yang menguap di udara.

“Mungkin akan sedikit lama. Karena itu kenangan yang lama sekali,” ujar laki-laki itu.

“Tak apa,” perempuan itu mengusap air matanya. “Mungkin akan lebih lama lagi, karena saya terlalu mencintainya.”

“Tapi, bisakah saya meminta tolong kepada anda sebelum itu?”

Perempuan itu berhenti mengusap matanya dan mendengarkan setiap kalimat yang dikatakan laki-laki itu.

..

Keesokan paginya antrian yang berdiri di depan pintu rumah laki-laki itu membaca tulisan di depan pintu yang bertuliskan bahwa pemilik rumahnya telah pindah. Para tetangga pun meminta mereka untuk bubar dan mengatakan bahwa pemilik rumah itu memang benar-benar telah pergi.

Sementara di tempat lain laki-laki itu sedang menikmati sepotong  roti isi di kursi panjang disebuah taman ketika seorang laki-laki tua menghampirinya dan tersenyum padanya, membuat laki-laki itu terpaksa membalas senyuman itu walaupun terasa kaku.

“Terimakasih telah membantu cucu saya menghilangkan phobianya.”

Laki-laki itu mengerutkan dahi.

“Alat yang anda ciptakan benar-benar membantu banyak orang.”

Laki-laki itu terdiam selama beberapa detik, ia tidak menjawab apapun sampai laki-laki tua itu pergi menyambut panggilan cucunya. Kerutan di dahi laki-laki itu belum hilang, tapi ia memilih melupakannya. Meninggalkan taman itu setelah sepotong roti isi menjadi pengganjal perutnya, menuju ke sebuah tempat yang ingin ia capai sebelum istrinya meninggal dan setelahnya pun.

Ke kota tempat mereka pertama kali bertemu. Ke tempat ia pertama kali bertemu  isterinya dan jatuh cinta kepadanya.



0 komentar :

Posting Komentar

Beo Terbang