Terdengar permainan musik di depan rumahmu. Tak jelas yang mengundang siapa, tapi mereka memainkan alat musik di depan rumahmu, rumah sederhana yang lebih sering kau kunci daripada kau buka, tampak menyala lampunya di luar ketika malam tiba dan begitu senyap ketika berganti siang.
Kau jarang mengijinkan siapapun masuk. Hanya beberapa orang yang kau ijinkan masuk, tapi jarang yang memutuskan untuk tinggal, dan kau membiarkan mereka begitu saja, membiarkan setiap orang melewati pintu dan kau menguncinya kembali dari dalam.
Tapi kali ini suara musik menarik perhatianmu, beberapa orang sedang memainkan musik di depan rumahmu, membuatmu menyingkap tirai yang lebih sering tertutup, mengundang matamu untuk menikmati hal yang sama dengan telingamu, memperhatikan permainan gesekan biola, tuts piano dan tiupan saksofon.
Permainan yang sanggup menarikmu untuk membuka jendela lebar-lebar dan membiarkan paduan alat musik memenuhi rumah sederhanamu, menarikmu ke imajinasi dalam setiap makna, dalam setiap nada, setiap adegan yang pantas memiliki backsound permainan musik yang kau dengar.
Kau memutuskan untuk mempersilahkan mereka masuk, 3 orang pemain musik yang entah diundang oleh siapa. Yang datang ke rumahmu di pagi hari dan terus memainkan alat musik mereka hingga siang tiba dan akhirnya berhasil menjadi salah satu pengunjung rumah sederhanamu, entah menetap entah tidak tapi kau tampak bahagia dengan kedatangan mereka.
Diantara ketiga alat musik itu kau menyukai biola, sangat suka. Karena seseorang yang pernah singgah di rumahmu pernah memainkannya dengan sangat indah, mengundangmu bermain dalam imajinasi, sementara gesekan biola terus terdengar.
Maka kau meminta pemain biola untuk memainkan sebuah lagu untukmu, lagu yang sering kau minta dari pemain biola yang pernah tinggal di rumahmu, berkali-kali hingga siang berganti sore dan pemain saksofon tertidur di sofa berwarna coklat tua milikmu yang empuk, pemain piano sudah sejak awal terlelap disana.
Pemain piano terbangun tepat disaat pemain biola mengakhiri permainannya dan kau langsung memintanya untuk memainkan lagu yang sama. Kau juga menyukai piano walaupun kau jauh lebih menyukai biola, tapi permainan piano selalu membuatmu tersihir dengan gerakan lincah jari pemainnya. Walaupun dengan nada yang diulang-ulang karena kau sibuk meminta lagu yang sama, hingga pemain biola mulai hapal di nada apa saja pemain biola menekan tuts, kau tetap menikmati bagaimana satu jari seolah-olah menari, melompat dan berpindah dari satu titik ke titik lain.
Sore berganti malam yang telah begitu larut, kau berterimakasih pada pemain piano, yang membalas ucapan terimakasihmu dengan senyuman kaku, jari-jarinya terasa nyeri, sungguh ia tak pernah bermain selama ini.
Lalu kau melihat pemain saksofon terbangun, tapi kau tak memintanya untuk memainkan lagu yang sama. Kau meminta mereka bertiga beristirahat dan meminta mereka bersiap untuk esok pagi, karena mungkin saja, kau akan meminta mereka untuk bermain, bermain dan bermain lagi.
Memainkan lagu yang sama.
Ketika esok tiba dan matahari telah menggantikan posisi bulan, bersinar terik hingga membuatmu menyipit
ketika mengintip dari balik tirai yang tertutup. Kau menyambut pemain saksofon yang bangun paling pagi dan kehadirannya membuat senyummu merekah bahagia, kau minta dia bermain, memainkan lagu yang sama, karena kau belum pernah mendengarnya dalam versi permainan saksofon. Tapi kau yakin itu akan indah, kau yakin lagu itu akan selalu indah dalam permainan apapun.
Ketika pemain saksofon memainkan jarinya, mengatur nafasnya kau terhanyut dalam versi lagu yang berbeda. Bukan tak suka tapi berbeda, hingga membuatmu merasa tak nyaman dan memintanya untuk berhenti, meninggalkannya di sofa coklat empuk milikmu dan kembali dengan segelas teh hangat dan
senyuman.
Setelah pagi itu, kau berganti-gantian mendengar permainanan dari lagu yang sama, lebih banyak dalam gesekan biola daripada permaianan tuts piano, terlebih tiupan saksofon.
Tapi sesekali kau datang pada pemain saksofon, memintanya memainkan lagu yang sama. Namun ketika versi yang berbeda terdengar lagi dan membuatmu tak nyaman, kau memintanya berhenti, mengucapkan terimakasih sepaket dengan senyuman hangat.
Hari demi hari berlalu, kau mulai menikmati kehadiran setiap pemain alat musik dan alat musik yang mereka bawa, mulai terbiasa mendengar lagu yang sama namun tak pernah bisa menerima dengan lebih baik selain senyuman hangat atas lagu dalam versi pemain saksofon, tak pernah lebih dari sebuah senyuman dan ucapan terimakasih.
Hingga suatu hari, di hari ketujuh. Ketika kau akan meminta pemain piano untuk memainkan lagu yang sama seperti yang ia mainkan kemarin, dua hari dan empat, enam hari lalu. Kau tidak menemukannya di mana seharusnya pemain piano berada, tak di sofa coklat yang empuk, dapur yang hangat maupun halaman belakang yang dilingkupi kabut. Kau tak menemukannya di manapun dan kau memutuskan untuk tak bertanya.
Pemain biola datang kepadamu, menawarkan lagu yang sama untuk dimainkan. Tidak biasa ungkapmu dan
itu memunculkan senyum pada wajahnya yang tak biasanya kau lihat. Ketika permainan dimulai kau memilih menutup mata, melupakan pemain piano yang pergi secara tiba-tiba, kau berusaha menikmati setiap nada dan membayangkan sebuah adegan yang menyenangkan di dalamnya. Dan ketika kau membuka mata, permainan terhenti, pemain biola tak lagi berdiri di hadapanmu dan kau bisa menebak suara pintu yang sempat terdengar tadi, darimana asalnya.
Kau memilih mencari pemain saksofon. Tapi dia pun tak ada, bukan di halaman belakang yang dihujani terik matahari, bukan di dapur yang tampak berantakan dan bukan pula di sofa coklat yang empuk. Tapi samar-samar kau dengar dari luar pintu, seseorang memainkan saksofon, memainkan lagu yang sama dengan versi yang berbeda, kau tak nyaman memang, tapi tak sanggup kau suruh dia berhenti, karena senyum hangatmu tak kunjung muncul.
Kau dengar suaranya tak jauh dari rumahmu, dekat sekali, tak jauh dari pintu rumahmu.
Tiga orang memainkan musik di depan rumahmu, tak tahu siapa yang mengundang, seorang pemain piano, seorang pemain biola dan seorang pemain saksofon. Memainkan lagu untukmu, lagu yang sama yang terlalu sering kau dengar tapi dengan versi yang berbeda. Tak nyaman memang, tapi kau tak sanggup meminta mereka berhenti. Karena sungguh kau menyukainya, walaupun tak nyaman untuk mengakuinya.
2 komentar :
Let's just say...aku ngga paham maksud cerpen ini. Atau otakku lagi males mikir *capekberateuy
Jadi maksudnya ini gimana nes?
@chococyanide Nggak akan asik kalau kamu nggak nemu maknanya sendiri :3
Posting Komentar