Rabu, 08 Januari 2014

Gosip


“Ya—dia emang orangnya rada sok penting gitu sih—“

“Sok penting gimana?” beberapa mata memandang ke sumber suara yang sempat muncul setelah gerutuan yang datang bertubi-tubi, membicarakan perempuan lain di luar kelompok mereka.

“Ya itu, sedikit-sedikit ngomong, sedikit-sedikit komentar, kadang komentarnya nyebelin pula.”

Kemudian suara-suara bernada setuju terdengar, bersama anggukkan perempuan yang melontarkan pernyataan. Kemudian obrolan mengenai perempuan yang dianggap sok penting ini bergulir bahkan ke hal-hal tidak penting seperti ketika perempuan yang mereka bicarakan ini berada di kamar mandi bersama salah satu dari mereka.

“Kemaren ya, aku liat di di kamar mandi lagi pakai bedak gitu.”

“Dandan juga dia ternyata—“

“Alisnya pakai pensil alis bukan sih? Kayaknya dia juga pake eyeshadow deh.”

“Mau ke kampus apa kondangan ya?”

Kemudian tawa berderai diantara mereka.

Lalu hening sejenak, beberapa bola mata bergerak hingga ujung, gerakan yang dibuat tiba-tiba memenuhi meja bundar yang mereka tempati, obrolan berubah secara drastis ketika perempuan yang mereka maksud lewat dengan langkah terburu-buru, mengenakan tas punggung berwarna cokelat tua, celana jeans hitam, kemeja berwarna biru tua. Setelah punggungnya menghilang di balik tangga obrolan kembali berlanjut dengan topik terbaru, masih tentang perempuan yang dianggap sok penting itu.

Hanya waktu yang menghentikan obrolan mereka, memisahkan mereka satu persatu dari meja bundar.

Dan keesokan harinya obrolan berlanjut, dengan inti yang sama, korban yang berbeda, di lokasi dan waktu yang berbeda.

“Sebenarnya aku nggak suka sama dia.”

“Lho kenapa?”

Semua pasang mata yang berada di meja persegi memandang Fira yang mulai mengarahkan topik awal yang hanya mengeluhkan keterlambatan seseorang ke arah yang diinginkannya.

“Dia tuh sukanya telat, terus kalau diminta tolong tuh susah banget, nunda-nunda terus. Katanya besok lah, lusa lah—“ Fira menghela napas. “Sampai sekarang aku minta tolong dia buat nyampein pesan ke kakaknya ditunda-tunda mulu, sampai akhirnya aku sms kakaknya langsung.”

“Iya sih, dia emang kadang kayak gitu.”

Beberapa orang mengangguk dan beberapa lainnya hanya diam, entah menyetujui dalam hati atau menghindari topik.

“Hei—sorry ya telat, “ sosok yang baru saja mereka bicarakan datang setelah berlari-lari kecil dari pintu masuk kantin, obrolan mereka tentang dirinya pun terhenti sejak wajahnya terlihat di depan pintu kantin dan beberapa orang berbisik tuh dateng anaknya.

“Santai aja, biasanya gimana?” Fira menjawab santai, lalu menikmati segelas es teh pesanannya. Butuh waktu 15 menit untuk membuat mereka semua berdiri setelah menunggu selama setengah jam, menuju ke tempat dimana mereka akan kembali duduk di luar kampus, menikmati makanan dan minuman, tertawa-tawa sambil membicarakan orang lain dan kejadian teranyar.

“Si itu katanya lagi nggebet cewek lho?”

“Eh? Serius?”

“Siapa yang di gebet?”

“Kabar darimana tuh? Dari kapan nggebetnya?”

“Udah sebulanan kok kalau nggak salah, aku denger dari anak-anak, katanya si itu emang beneran deketin gitu,” Fira mengaduk milkshake miliknya. “Ceweknya nggak terlalu cantik kalau menurutku.”

“Siapa sih siapa? Angkatan atas?”

Fira berdehem sekali. “Bukan, angkatan kita kok jurusan lain. Aku lupa namanya.”

“Eh, ini bukan?” seorang dari mereka menunjukkan layar handphone, baru saja dia mengakses twitter untuk mengecek akun milik laki-laki yang disebut-sebut sebagai si itu dan memilih akun lain yang tampaknya paling sering berada di timeline laki-laki itu, interaksi yang terlalu sering di media sosial antar lawan jenis yang masing-masing masih single selalu memancing rasa ingin tahu yang berlebihan.

“Kayaknya iya deh, coba di kepo-in aja.”

Lalu masing-masing dari mereka membuka handphone masing-masing, mengakses twitter, memasukan username, melihat profil picture twitter, mengakses facebook mengetik nama pemilik twitter yang menjadi topik pembicaraan lalu mengomentari beberapa potret yang mereka temukan.

Kemudian pembicaraan bergulir ke siapa perempuan yang sedang di dekati oleh laki-laki yang disebut sebagai si itu. Mengomentari wajah perempuan yang tidak pernah mereka sadari keberadaannya di gedung perkuliahan, mengira-ngira sifat perempuan itu dari foto yang terpasang di media sosial, status yang terpasang di dunia maya.

“Kayaknya ceweknya biasa aja deh.”

“Bener, nggak cantik-cantik banget juga.”

“Siapa namanya tadi?” Fira memainkan jarinya diatas layar handphone. “Prita Atmaja?”

Beberapa dari mereka mengangguk.

“Biasa aja kayaknya deh,” Fira menggeser jarinya berkali-kali di atas layar, tangannya bertumpu pada dagu. “Tweetnya random gini, agak alay mungkin ya,” Fira mengangkat kepalanya. “Kira-kira kenapa si itu mau sama dia ya?”

“Kira-kira kenapa ya?”

Fira merasakan suara itu terdengar persis di samping telinganya, seperti ada yang membisikannya tepat disana. Sebelum ia berbalik memenuhi rasa penasaran, matanya menangkap mata orang-orang yang duduk dihadapannya  membulat, gerakan tiba-tiba dan kaku dari masing teman-temannya tampak begitu jelas, udara terasa berat dan rasanya sulit sekali untuk menoleh ke belakang melihat siapa yang baru saja mendekatkan bibirnya ke telinga dan membisikkan pertanyaan yang membuatnya sempat merinding.

“Prita Atmaja ya?”

Suara itu kembali terdengar tak jauh dari telinga Fira. Perlahan ia membalik tubuhnya, melihat wajah perempuan yang sebenarnya baru saja ia lihat melalui profile picture di media sosial. Rasanya seperti tertangkap basah mencuri dan akan ditelanjangi di depan orang banyak.

Mata Fira menangkap senyum di wajah Prita, senyum yang tampak tak seimbang di wajah yang ia sebut-sebut biasa saja. Rambut perempuan itu di sanggul ke atas menyisakan anak rambut yang bergelombang di kedua sisi wajahnya, ia memiringkan kepalanya dan mengubah senyumnya hingga matanya yang tampak besar sebelumnya menjadi lebih sipit.

“Maaf ya, aku kira kalian ngomongin aku tadi. Tapi aku lihat—” mata Prita menjelajahi setiap wajah yang sekarang berfokus padanya seperti terbius oleh tatapan mata menyelidik yang dilemparkannya. “Aku nggak kenal kalian semua. Kan aneh kalau ngomongin orang yang nggak dikenal gitu,” Fira mengambil jeda dalam kalimatnya, alisnya berkerut menunggu persetujuan yang tidak ia dapatkan. “Iya nggak sih?”

Fira hanya tertawa hambar ketika akhirnya Prita mengucapkan kalimat permintaan maaf karena sudah mengganggu obrolan mereka. Prita berpindah dari tempatnya berdiri—begitu dekat dengan Fira—ke meja yang tak jauh darinya. Lebih tepatnya di kursi yang berada disebrang Fira, hingga hanya Fira yang bisa menangkap senyum mengejek tak seimbang dan gigi putih berderet Prita yang tampak sedikit.

Seketika Fira merasakan perutnya tak bisa menikmati makanan yang baru saja terhidang. Dan dia tak sendiri, teman-temannya yang lain pun hanya memandangi makanan diatas piring dengan tatapan enggan, pembicaraan yang mengalir setelahnya pun hanya sebatas tugas kuliah, tontonan malam tadi, tawa yang hambar, obrolan yang kaku, hingga langkah Prita Atmaja menjauh dari mejanya dan menghilang di balik pintu.

“Gila—itu ya Prita Atmaja?”

“Iya, parah banget aku sampai nggak bisa ngomong apa-apa tadi.”

Selanjutnya hanya Fira saja yang diam diantara mereka, menikmati makanan seolah tak memiliki rasa.

...

“Kamu tahu Prita Atmaja?”

Fira mengangkat kepala, seseorang baru saja menanyakan perempuan yang membuatnya setengah mati beberapa hari lalu.

“Tahu, kenapa?”

Orang yang mengajaknya bicara mengangguk-anggukan kepala. “Gimana sih anaknya?”

“Kenapa emangnya?” Fira membolak-balik buku miliknya, tak membaca satu pun kalimat diatasnya, bergulir didalam pikirannya sendiri.

“Nggak sih, penasaran aja. Misterius gimana gitu anaknya.”

Fira mengerutkan dahi. “Misterius? Naku—“

Seketika Fira merasakan pandangan menusuk di punggungnya, dingin di tengkuk yang membuat kepalanya segera berbalik mencari-cari sumber perasaan tidak enak yang menghampirinya.

“Naku apa?”

Fira perlahan mengembalikan pandangannya ke arah semula, lurus ke depan ke arah teman bicaranya yang ikut mencari-cari apa yang dicari Fira secara tiba-tiba dibalik punggungnya. “Kenapa sih kamu? Pucat gitu?

Fira menggeleng pelan, senyumnya muncul dalam guratan-guratan yang dipaksa ketika Prita Atmaja melambaikan tangan padanya. Perempuan itu baru saja memasuki kantin bersama beberapa temannya yang tampak berbisik-bisik ketika Prita melambaikan tangannya kepada Fira.

“Siapa Ta?”

“Entahlah—“ Prita menyentuh dagunya, beberapa menit mereka terdiam menimbang-nimbang makanan apa yang akan dipesan, tiba-tiba Prita memecah keheningan. “Ah ya aku nemu kata-kata yang bagus nih,”

“Apaan lagi Ta? Nih orang emang sering out of topic tiba-tiba gini.”

Prita terkekeh sebelum berdehem sekali seolah meminta perhatian. “Seseorang seharusnya tahu dimana batas lidah mereka bisa menjangkau kehidupan orang lain,” mata Prita beralih ke Fira yang sejak tadi memandang ke arahnya. Cepat-cepat Fira menundukkan kepala ketika menangkap tatapan mata Prita, mengaduk-ngaduk minumannya dengan cepat, meninggalkan tempat duduk sebelum minumannya tandas.

“Ah— aku tahu,” teman Prita mengangguk-anggukkan kepalanya melihat kemana mata Prita memandang, bagaimana reaksi orang itu dan maksud kata-kata Prita. “Kamu jadi korban gosip lagi?”


Prita tersenyum, mengangkat bahunya. “Entahlah.”

2 komentar :

Heri I. Wibowo at: 8 Januari 2014 pukul 11.39 mengatakan... Reply

“Siapa Ta?”

“Entahlah—“ Fira menyentuh dagunya, beberapa menit mereka terdiam menimbang-nimbang makanan apa yang akan dipesan, tiba-tiba Fira memecah keheningan. “Ah ya aku nemu kata-kata yang bagus nih,”

Kok jadi bingung ya saya

Vanessa Praditasari at: 8 Januari 2014 pukul 12.03 mengatakan... Reply

@Heri I. Wibowo Typo nama ternyata -_-
Sudah dikoreksi bos, makasih koreksinya~

Posting Komentar

Beo Terbang