Aku kira cerita
tentang dua orang yang saling mencintai namun tak bisa bersatu hanyalah kisah
yang dibesar-besarkan, layaknya Romeo dan Juliet yang hanya bisa dipersatukan
maut. Pada akhirnya pikiran sempitku menyimpulkan bahwa salah satu pihak memang
tidak lebih mencintai dibanding pihak yang lain. Sementara pihak yang lain
dipenuhi luka-luka yang entah kapan keringnya.
Tapi memang kisah
seperti itu benar adanya. Pikiran sempitku terkalahkan oleh kenyataan yang ada. Jika kau tanyakan apakah perasaan
itu menyakitiku maka kujawab tidak, tapi jika kau tanyakan apakah kenyataannya
membuatku seolah terhempas—ya begitulah.
Hari itu kami bertemu dengan agenda
mengobrol seperti biasa. Seperti chat
yang sering kami tukar setiap malam atau teleponku yang kadang membangunkan,
sms yang kadang dikirimkannya di saat suntuk atau pertemuan secara tiba-tiba karena undangannya. Singkatnya kami memang sering
mengobrolkan banyak hal nyaris setiap hari. Dari mulai topik paling hangat yang
dibahas di koran pagi sampai obrolan konyol tentang cara memusnahkan kecoa terbang
dari muka bumi.
Dia datang lebih dulu memang, di cafe tempat kami biasa bertemu dengan
pesanan yang sama—segelas ice strawberry
tea, dia tersenyum menyambutku dan aku hanya membalas senyumnya sekedar saja.
Mataku memang sembab dan sepertinya dia menyadari itu, tapi dia diam saja tak
berkomentar seperti biasanya. Dia jelas sadar bahwa dia yang menyebabkan mataku
tampak tak indah hari ini.
Mau
pesan apa?
Dia bertanya mencoba memulai pembicaraan
dan aku menjawab dengan cepat bahwa aku tidak ingin memesan apapun, dia
bertanya kenapa, kujawab tak apa. Agenda untuk mengobrol seperti biasanya,
runtuh menjadi keheningan yang membuatku ingin menyingkir dari hadapannya.
Apa
yang membuatmu jatuh cinta?
Mataku teralih padanya yang membaca tagline dari sebuah baliho besar yang
terpampang di atas gedung tepat di sebrang cafe.
Iklan sebuah produk kosmetik yang berjanji akan memutihkan kulit dalam waktu
dua minggu.
Kuhela napas, dia sudah pernah bercerita
padaku bahwa dia membenci suasana canggung penuh keheningan dan sejak tadi aku
sudah melihat usahanya memulai pembicaraan. Tentu saja sebagai wanita dewasa
aku harus menanggapinya, membuatnya senang. Sebagai teman yang baik pula aku
harus membuatnya menghindari suasana canggung yang ia benci.
Ah—betapa dewasanya diriku.
Menurutmu
apa jawabannya?
Aku bertanya padanya, menanyakan
kelanjutan dari tagline produk
kecantikan itu. Biasanya topik seperti ini akan menjadi topik hangat bagi kami
berdua bahkan sesekali jantungku berdegup kencang setiap kali dia menceritakan
kriteria wanita idamannya. Bodohnya aku waktu itu.
Kau
dulu yang menjawab
Dia tersenyum. Dari caranya memandangiku
aku tahu dia sedang menggodaku, memancingku dengan tatapan yang seolah berkata aku tertarik padamu padahal semua itu
hanya ilusi yang kubuat sendiri. Ya dia memang tertarik tapi tak seperti yang
kuharapkan.
Apa
yang membuatku jatuh cinta? Obrolan yang menyenangkan, mungkin—
Dia mengerutkan dahi. Menanyakan padaku, kenapa
mungkin? Kenapa aku terlihat tak yakin, tak seperti beberapa hari lalu ketika kami membahas hal yang sama.
Maka kali ini aku yang akan menggodanya,
memancing rasa bersalahnya.
Karena
kau yang membuatku tak yakin.
Saat dia menoleh mengalihkan pandangan,
kukira akan muncul kepuasan dalam hatiku, kepuasan karena telah membuatnya
merasa bersalah atas pernyataan yang dia berikan dua hari lalu. Tapi nyatanya
tidak, rasa bersalahnya membuat luka di hatiku semakin besar. Berdarah
dimana-mana.
Maka sebelum potongan kata maaf keluar
dari mulutnya. Kutagih jawaban dari pertanyaan yang kuajukan padanya.
Lalu
apa yang membuatmu jatuh cinta?
Dia menjawab
Kamu
Matanya menatapku lurus-lurus seolah takut
aku lenyap darinya. Kenyataannya memang begitu. Aku akan lenyap darinya tepat
di saat kakiku sanggup berdiri dan bibirku mampu mengatakan kalimat yang
terlintas di pikiranku saat ini.
Kau
ini benar-benar tidak bertanggungjawab ya
Ketika aku melangkah pergi, dia tidak
menahanku, memang seharusnya tidak. Jika dia menahanku entah apa yang akan aku
lakukan padanya, mencakar habis mukanya atau menendang kemaluannya, mengumpat
dan mencaci maki dirinya. Kenapa tidak dia tanggung sendiri saja perasaannya,
aku tidak mau dilibatkan pada perasaan yang merepotkan—Jika ingin berbuat jahat lakukan sepenuhnya, jangan menjelaskan dan meminta maaf seperti yang dilakukannya dua hari lalu. Lagipula untuk apa pengakuan yang dia berikan padaku jika pada akhirnya akan seperti ini.
Langkah kakiku memelan menandakan akal
sehat yang mulai datang, langit yang mendung mengundangku untuk mendongakkan
kepala, memunculkan kembali pertanyaan yang menjadi bahan pembicaraan tadi.
Aku tidak berbohong soal obrolan yang
menyenangkan dan aku memang sudah mengatakan sebelumnya bahwa aku bisa jatuh
cinta karena obrolan yang menyenangkan. Lalu dia bertanya padaku dua hari lalu
Apakah obrolan diantara kita menyenangkan?
Tentu
saja
Dan
apakah kau jatuh cinta padaku?
Tak kujawab pertanyaannya saat itu tapi
dia menjawab pertanyaannya sendiri.
Mungkin
aku yang jatuh cinta padamu.
Manis sekali kan—kutendang sebuah batu di
pedestrian yang melesat entah kemana, tak ingin kukejar, kutendang batu lainnya.
Bodoh sekali saat itu diriku.
Lalu
bagaimana jika kau tidak bisa mendapatkan obrolan yang menyenangkan dari orang
yang katanya membuatmu jatuh cinta itu?
Entahlah,
aku belum membayangkannya.
Kalau
begitu akan kubuat kau memikirkan solusinya.
Setelah itu dia berkata padaku bahwa pada
saat pertemuan pertama kami, di sebuah galeri seni tempat kami memandangi sebuah
lukisan dengan tatapan bodoh karena tak mengerti, sebenarnya dia sedang
menunggu seorang perempuan yang berjanji akan menemuinya hari itu—tebak siapa.
Tunangannya.
Berasal dari keluarga kaya pertunangannya
adalah kebetulan yang dijadikan sebagai sebuah strategi untuk memperkuat
jaringan. Dirinya dan tunangannya memang sepasang kekasih sejak lama tapi siapa
yang menyangka bahwa ikatan yang diresmikan dalam bentuk yang sedikit lebih
resmi namun di latarbelakangi bisnis membuat perasaanya memudar. Itu
kisahnya—entah aku harus percaya atau tidak.
Katanya pertemuanku dengannya saat itu,
obrolan kami berdua yang sama-sama buta seni namun harus menghadapi teman yang
seorang pecinta seni—obrolan yang kemudian berlanjut menjadi pembicaraan panjang, hanyalah sebuah keisengan karena ia mulai bosan dengan tunangannya. Dengan
hubungan yang awalnya murni namun bercampur dengan urusan keluarga.
Tapi dia tidak menyangka keisengannya akan
menjadi suatu masalah baginya. Yang menjadi masalah bagiku juga. Dia membuat
mataku sembab, dia membuatku mengingat pertanyaan semacam bagaimana jika orang yang membuatku jatuh cinta tidak membuatku jatuh
cinta lagi? Karena tidak ada obrolan yang menyenangkan lagi?
Aku mendengus, jelas saja dia tidak bisa
memberikanku obrolan yang menyenangkan. Toh dia akan sibuk mengurusi persiapan
pernikahannya.
Kuambil selembar kertas yang ia berikan
dua hari lalu. Sebuah undangan. Pernikahannya.
Langit yang mendung membawa angin yang
ganas hari ini. Angin yang membantuku menerbangkan lembaran berwarna putih yang
bertuliskan namanya—dan tentu saja nama calon isterinya.
Apa
yang membuatmu jatuh cinta?
Obrolan
yang menyenangkan.
Lalu
bagaimana jika tidak ada obrolan yang menyenangkan lagi diantara kamu dan orang
yang membuatmu jatuh cinta?
Aku tidak akan mencintainya lagi.
Aku tidak akan mencintainya lagi.
6 komentar :
Nes, sepertinya saya ingin kau menuliskan cerita tentang saya :)
Loh, ini bukan lanjutan dari cerpen yang terakhir kali ya nes? Haha, habis pertanyaannya sama. Kamu cocok kayaknya bikin cerpen pake prompt: Apa yang membuatmu jatuh cinta? Dua cerpen kamu pake kalimat itu dan dua-duanya bikin aku melongo-tersipu malu (aih) gitu.... :"""D
Tapi favoritku yang ini sih XD
@Heri I. Wibowo Maaf her, entah kenapa karaktermu nggak masuk sama sekali di imajinasiku ._.
@Hilwy Al Hanin Iya nin bukan lanjutannya cuma pake prompt yang sama, hihihi makasih yaaa udah mau baca *peluk peluk*
Oke aku udah baca nes. Dan aku kesel ama cowonya. Tapi mungkin kalo dibikin rada panjangan dikit bakal lebih dapet nyeseknya, lebih dalem lukanya dan lebih menusuk nusuk. Tapi ya ini cerpen sih ya, jadi ya pendek. Bagus kok aku suka. Awaw </3
@Tiara Kurnia Candra Aaaaa~ makasih tir komennya :"
Seneng juga bisa bikin kamu suka bacanya :"
Posting Komentar