Senin, 24 April 2017

#knottystory


Sepasang kekasih memasuki cafe, tampak serasi dengan penampilan masing-masing. Sang Perempuan mengenakan crop tee yang membuat kulit perutnya tampak, Sang Lelaki mengenakan kemeja lengan panjang yang dikaitkan hingga lubang teratas. Keduanya mengambil meja tersudut, duduk bersebelahan membelakangi jendela, menyambut pramusaji dengan senyum cerah. Sajian telah dipesan, menu dikembalikan, obrolan di mulai lalu terhenti pada satu titik, di mana keduanya menyentuh handphone masing-masing. Hening disela oleh suara dari seseorang yang mereka kenal, menembus speaker handphone. Bercerita tentang dirinya yang berada di sebuah konser, semalam.

Semalam, konser itu dipenuhi manusia-manusia yang menginginkan hiburan. Alunan musik bercampur dengan bau keringat. Meringsek maju, seseorang mengangkat handphonenya tinggi-tinggi, menutupi pandangan manusia-manusia lain di belakang. Dirinya tak menyadari hal itu dan manusia di belakangnya pun hanya sekedar berteriak, “Woi! Handphonenya turunin!” Entah kepada siapa, tanpa ada yang merasa.

Selesai merekam dan mengambil gambar, dirinya menikmati kembali konser yang memekakkan telinga, sembari sesekali mengecek handphone ketika kenalannya mengirimkan komentar, “sama siapa lu kesana?” atau hanya sekedar gumaman, “asik bener lu nonton konser, besok kerja.”

Dia tersenyum, menekan layar handphone tanpa khawatir gadgetnya terjatuh dan terinjak kaki-kaki tanpa mata. Memang tak ada yang terjadi maka tak ada yang perlu dikhawatirkan.  Penuh rasa penasaran jari tangannya menekan cuplikan kehidupan lainnya, di pantai. Siang tadi.

Siang tadi, cuaca sempat semuram wajah tukang parkir yang hanya diberi uang Rp 1000 oleh pengendara roda empat. Perjalanan di dalam mobil bagai menit-menit akhir sebelum salah satu tim membobol gawang lawan.

“Jangan hujan-jangan hujan, jangan hujan” begitu yang digumamkan.

Gumaman mereka terwujud, mendung tertiup awan dan hujan tak mengusik kedamaian di pantai tempat mereka menikmati birunya air di ujung sana, birunya langit di atas sana dan putihnya pasir yang mereka injak. Beberapa dari mereka berlari, berteriak seperti orang tak waras. Sisanya mengeluarkan handphone, menceritakan apa yang sedang terjadi, di mana mereka dan mengobrol singkat dengan siapapun yang ada di dalam jangkauan kamera.

Setelah yakin cerita yang mereka sampaikan terkirim, handphone masuk ke dalam saku dan sisa dari mereka menyusul. Berteriak seperti orang tak waras.

Sore menjelang, matahari mulai menghilang. Lelah, mereka duduk menikmati pasir, tangan masing-masing merogoh saku. Mengeluarkan handphone. Menceritakan kegelapan pantai dan sunset yang tak tampak. Dalam perjalanan pulang, hujan turun, musik berputar dan beberapa dari penghuni mobil menyanyikan lagu, beberapa yang lain tertawa setelah mendengar suara fals sambil memegang handphone memantau media sosial.

Pagi tadi seseorang memamerkan diri dalam balutan cocktail dress berwarna biru tua. Berputar lalu kembali berputar dan kembali ke awal. Seperti siaran rusak, berputar lalu kembali dan berputar lagi. Mengintip dari jendela kamar, langit masih tampak cerah pagi tadi.

Pagi tadi, kebingungan dia memilih pakaian yang tepat untuk datang ke pernikahan seorang teman. Teman dekat yang pernah ia taksir tapi menikah dengan orang lain. Dirinya tak menggandeng lawan jenis maka minimal harus tampil mengesankan. Batik tampak biasa, sebuah A line dress membuat dirinya tampak seperti bocah. Singkat cerita ia menemukan cocktail dress di sudut gantungan pakaian. Tampak pas di badan ketika bercermin, katanya tepat ketika ia tanyakan pada seseorang dan ia coba pamerkan di media sosial. Mungkin banyak yang berpendapat sama. Berputar sekali, menghasilkan putaran berulang kali. Ia sudah memutuskan akan mengenakan apa esok.

Esoknya dengan senyum merekah ia menghadiri pernikahan seorang teman, yang pernah ia taksir tapi menikah dengan orang lain. Dia tidak datang sendiri, tapi tidak juga berdua, berempat lebih tepatnya dengan rombongan sahabat. Terkekeh-kekeh mereka bertanya kapan giliran mereka berada di atas pelaminan tiba. Tak ada yang memberi jawaban sekalipun mereka bergunjing di media sosial,

“Gue dulu lah, masak lu dulu.”

“Nggak lah. Gue.”

“Yaelah lu belum punya pacar, ngapain gue, gue juga.”

Lalu tertawa.

 Bersalaman dengan mempelai sudah, menikmati makanan yang disajikan sudah, maka keempatnya memilih untuk berpindah ke sebuah cafe  yang tak jauh dari acara pernikahan.

Mengambil tempat di sudut, duduk membelakangi jendela, keempatnya memesan minuman, mengembalikan menu dan memulai obrolan sambil sesekali mengecek handphone masing-masing.
Mata mereka berempat fokus sampai salah satu berujar, “Ternyata adek gue habis dari sini.”

“Kok tahu?”

“Nih,” handphone berputar, layar menampilkan seorang perempuan mengenakan crop tee dan 
seorang lelaki mengenakan kemeja lengan panjang yang kancingnya dikaitkan hingga lubang teratas. 
Mereka duduk membelakangi jendela, bercerita tentang di mana mereka. Pojok kanan layar menampilkan angka 2 dan h.

“Itu pacarnya? Pinter juga adek lu nyari pacar.”

Sang Kakak hanya tertawa. Entah menertawai apa.

“Eh yuk instastory dulu.”

Kemudian beberapa dari mereka tertawa dan melambaikan tangan di depan kamera.


0 komentar :

Posting Komentar

Beo Terbang