Sepasang kekasih memasuki cafe, tampak serasi dengan penampilan masing-masing. Sang Perempuan
mengenakan crop tee yang membuat
kulit perutnya tampak, Sang Lelaki mengenakan kemeja lengan panjang yang dikaitkan
hingga lubang teratas. Keduanya mengambil meja tersudut, duduk bersebelahan
membelakangi jendela, menyambut pramusaji dengan senyum cerah. Sajian telah
dipesan, menu dikembalikan, obrolan di mulai lalu terhenti pada satu titik, di
mana keduanya menyentuh handphone
masing-masing. Hening disela oleh suara dari seseorang yang mereka kenal,
menembus speaker handphone. Bercerita tentang dirinya yang berada di sebuah
konser, semalam.
Semalam, konser itu dipenuhi manusia-manusia yang
menginginkan hiburan. Alunan musik bercampur dengan bau keringat. Meringsek
maju, seseorang mengangkat handphonenya tinggi-tinggi, menutupi pandangan
manusia-manusia lain di belakang. Dirinya tak menyadari hal itu dan manusia di
belakangnya pun hanya sekedar berteriak, “Woi! Handphonenya turunin!” Entah
kepada siapa, tanpa ada yang merasa.
Selesai merekam dan mengambil gambar, dirinya menikmati
kembali konser yang memekakkan telinga, sembari sesekali mengecek handphone ketika kenalannya mengirimkan
komentar, “sama siapa lu kesana?” atau hanya sekedar gumaman, “asik bener lu
nonton konser, besok kerja.”
Dia tersenyum, menekan layar handphone tanpa khawatir gadgetnya
terjatuh dan terinjak kaki-kaki tanpa mata. Memang tak ada yang terjadi maka
tak ada yang perlu dikhawatirkan. Penuh
rasa penasaran jari tangannya menekan cuplikan kehidupan lainnya, di pantai.
Siang tadi.
Siang tadi, cuaca sempat semuram wajah tukang parkir yang
hanya diberi uang Rp 1000 oleh pengendara roda empat. Perjalanan di dalam mobil
bagai menit-menit akhir sebelum salah satu tim membobol gawang lawan.
“Jangan hujan-jangan hujan, jangan hujan” begitu yang
digumamkan.
Gumaman mereka terwujud, mendung tertiup awan dan hujan tak
mengusik kedamaian di pantai tempat mereka menikmati birunya air di ujung sana,
birunya langit di atas sana dan putihnya pasir yang mereka injak. Beberapa dari
mereka berlari, berteriak seperti orang tak waras. Sisanya mengeluarkan handphone, menceritakan apa yang sedang
terjadi, di mana mereka dan mengobrol singkat dengan siapapun yang ada di dalam
jangkauan kamera.
Setelah yakin cerita yang mereka sampaikan terkirim, handphone masuk ke dalam saku dan sisa
dari mereka menyusul. Berteriak seperti orang tak waras.
Sore menjelang, matahari mulai menghilang. Lelah, mereka
duduk menikmati pasir, tangan masing-masing merogoh saku. Mengeluarkan
handphone. Menceritakan kegelapan pantai dan sunset yang tak tampak. Dalam perjalanan pulang, hujan turun, musik
berputar dan beberapa dari penghuni mobil menyanyikan lagu, beberapa yang lain
tertawa setelah mendengar suara fals sambil memegang handphone memantau media sosial.
Pagi tadi seseorang memamerkan diri dalam balutan cocktail dress berwarna biru tua.
Berputar lalu kembali berputar dan kembali ke awal. Seperti siaran rusak,
berputar lalu kembali dan berputar lagi. Mengintip dari jendela kamar, langit
masih tampak cerah pagi tadi.
Pagi tadi, kebingungan dia memilih pakaian yang tepat untuk
datang ke pernikahan seorang teman. Teman dekat yang pernah ia taksir tapi
menikah dengan orang lain. Dirinya tak menggandeng lawan jenis maka minimal
harus tampil mengesankan. Batik tampak biasa, sebuah A line dress membuat dirinya tampak seperti bocah. Singkat cerita
ia menemukan cocktail dress di sudut
gantungan pakaian. Tampak pas di badan ketika bercermin, katanya tepat ketika
ia tanyakan pada seseorang dan ia coba pamerkan di media sosial. Mungkin banyak
yang berpendapat sama. Berputar sekali, menghasilkan putaran berulang kali. Ia
sudah memutuskan akan mengenakan apa esok.
Esoknya dengan senyum merekah ia menghadiri pernikahan
seorang teman, yang pernah ia taksir tapi menikah dengan orang lain. Dia tidak
datang sendiri, tapi tidak juga berdua, berempat lebih tepatnya dengan
rombongan sahabat. Terkekeh-kekeh mereka bertanya kapan giliran mereka berada
di atas pelaminan tiba. Tak ada yang memberi jawaban sekalipun mereka
bergunjing di media sosial,
“Gue dulu lah, masak lu dulu.”
“Nggak lah. Gue.”
“Yaelah lu belum punya pacar, ngapain gue, gue juga.”
Lalu tertawa.
Bersalaman dengan
mempelai sudah, menikmati makanan yang disajikan sudah, maka keempatnya memilih
untuk berpindah ke sebuah cafe yang tak jauh dari acara pernikahan.
Mengambil tempat di sudut, duduk membelakangi jendela,
keempatnya memesan minuman, mengembalikan menu dan memulai obrolan sambil
sesekali mengecek handphone
masing-masing.
Mata mereka berempat fokus sampai salah satu berujar,
“Ternyata adek gue habis dari sini.”
“Kok tahu?”
“Nih,” handphone berputar, layar menampilkan seorang
perempuan mengenakan crop tee dan
seorang lelaki mengenakan kemeja lengan panjang yang kancingnya dikaitkan
hingga lubang teratas.
Mereka duduk membelakangi jendela, bercerita tentang di
mana mereka. Pojok kanan layar menampilkan angka 2 dan h.
“Itu pacarnya? Pinter juga adek lu nyari pacar.”
Sang Kakak hanya tertawa. Entah menertawai apa.
“Eh yuk instastory
dulu.”
Kemudian beberapa dari mereka tertawa dan melambaikan tangan
di depan kamera.
0 komentar :
Posting Komentar